Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama PT Len Industri (Persero) Zakky Gamal Yasin mengklaim tak tahu menahu duduk persoalan kasus dugaan korupsi Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik (e-KTP) yang menyeret nama bos Len Industri sebelumnya, yakni Wahyuddin Bagenda. Zakky menduduki posisi puncak di perusahaan pelat merah tersebut sejak empat bulan lalu.
Menurut dia, keputusan perusahaan saat menerima dan menjalankan proyek tak semata ditentukan di tangan direktur utama. Toh, setiap proyek yang masuk ke Len Industri, baik yang berasal dari pemerintah atau swasta diperlakukan sama, yaitu melalui sejumlah prosedur kesesuaian proyek.
"Semua proyek tentu harus melalui sejumlah prosedur yang berjenjang, seperti logistik, anggaran, dan lainnya. Kalau sampai sebuah proyek dijalankan, seharusnya memang karena sudah memenuhi semua prosedur," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (10/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Zakky enggan menanggapi lebih lanjut mekanisme penilaian sampai persetujuan proyek e-KTP yang bernilai sekitar Rp6 triliun tersebut. Menurut dia, pelaksanaan proyek jauh dilakukan saat ia belum menjadi petinggi perusahaan.
Terkait peran BUMN yang kerap menangani proyek-proyek pemerintah, bahkan menjadi aktor utama yang ditunjuk sebagai pelaksana proyek, ia menilai, bukan sebuah hal yang salah dan tak memberi nilai bahwa BUMN mudah diajak "kongkalikong" terhadap proyek yang rawan korupsi.
"BUMN itu agen pembangunan nasional. Jadi, kami harus mendukung proyek pemerintah, tentu mengikuti proyek yang sudah diajukan, sehingga biasanya mengikuti pemerintah," imbuh Zakky.
Di satu sisi, Len Industri melihat proyek sesuai dengan prosedur yang diterapkan, namun di sisi lain menyesuaikan ketentuan pemerintah. Pemerintah biasanya telah melakukan survei untuk menentukan eksekutor proyek sampai spec yang dibutuhkan. Sehingga, bila ada kejanggalan dari sisi anggaran proyek, hal itu tetap melihat proposal yang dirancang pemerintah.
Zakky berharap, tak ada lagi ruang bagi pejabat pemerintah yang nakal untuk melancarkan aksi korupsi yang bertujuan memperkaya pribadi dan segelintir orang. Sementara dari sisi BUMN, ia berharap, peran perusahaan negara tak akrab sebagai pendukung aksi korupsi pejabat pemerintah.
Adapun, terhadap kasus dugaan korupsi proyek e-KTP yang membuat negara menelan kerugian sekitar Rp2,3 triliun, ia mengaku, mendukung penuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menuntaskan kasus ini.
"Itu sudah diproses oleh lembaga yang berwenang. Kita tunggu saja. Lagipula, prosesnya sudah berlangsung sejak lama, sehingga pasti tidak sembarangan," terang dia.
Seperti diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK telah membeberkan sejumlah nama pejabat, mulai dari Kementerian/Lembaga (K/L), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sampai kalangan swasta yang diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
Dua pejabat Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang terseret kasus ini, yakni Irman dan Sugiharto. Keduanya diduga menguntungkan Gamawan, Diah Anggaraini, Dradjat Wisnu Setyawan, dan Johannes Marliem.
Dari Len Industri sendiri, sebagai perusahaan BUMN yang mengerjakan proyek disebutkan bahwa nama mantan dirut perusahaan, Wahyuddin Bagenda menerima aliran dana korupsi sebesar Rp2 miliar.
Nama-nama lainnya, yaitu Setya Novanto, Ganjar Purnomo, Yasonna Laoly, Anas Urbaningrum, Marzuki Ali, Olly Dondokambey, Melchias Marchus Mekeng, Mirwan Amir, Tamsil Lindrung, Taufik Effendi, Teguh Djuwarno. Chairuman Harahap, Arief Wibowo, Mustoko Weni, Rindoko, Jazuli Juwaeni, Agun Gunandjar Sudarsa, Ignatius Mulyono, Miryam S Haryani, Nu'man Abdul Hakim, Abdul Malik Harmaen, Jamal Aziz, dan Markus Nari.
(bir)