Jakarta, CNN Indonesia -- Indeks sektor tambang berhasil bangkit (
rebound) dari keterpurukannya didorong oleh harga minyak dunia yang juga mulai membaik. Indeks sektor tambang sekaligus menjadi pemimpin laju indeks sektoral sepanjang minggu lalu.
Terpantau, indeks sektor tambang melonjak 5,64 persen menjadi 1.440,800 dari pekan sebelumnya yang anjlok 4,61 persen di level 1.363,904. Angka tersebut di atas kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menguat 2,78 persen pada pekan lalu.
Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) akhir pekan lalu berhasil naik tipis 0,03 poin (0,06 persen) ke level US$48,78 per barel. Kemudian, untuk harga minyak Brent berada di level US$51,76 per barel, naik 0,02 poin (0,04 persen).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
 Aktivitas produksi batu bara. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji menjelaskan, harga minyak dunia yang mulai pulih ini terutama berdampak positif pada harga batu bara. Menurutnya, harga batu bara terakhir dengan mengacu ICE Rotterdam Futures ditutup di level US$74,85 per metrik ton.
"Kenaikan harga tambang juga ditambah lagi dengan efek dari statement FOMC yang cenderung dovish ditengah-tengah keputusan The Fed dalam menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, sehingga menyebabkan dolar AS terdepresiasi terhadap harga komoditas dunia lainnya," papar Nafan kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (18/3).
Kenaikan sektor tambang, sambung Nafan, terutama dimotori oleh beberapa harga saham emiten batu bara seperti, PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Bumi Resources Tbk (BUMI).
Sekadar mengingatkan, harga saham ketiga emiten tersebut anjlok pada dua pekan sebelumnya imbas dari pelemahan harga minyak dunia. Dalam hal ini, Bumi Resources menderita penurunan harga paling signifikan yakni, 8.02 persen sepanjang pekan.
Namun, saham Bumi Resources bangkit dan menguat hingga 8,07 persen sepanjang pekan lalu. Pada awal pekan, harga sahamnya masih berada di level Rp322 per saham, kemudian akhir pekan ditutup pada level Rp348 per saham.
Selanjutnya, untuk Bukit Asam bahkan melonjak hingga 9,85 persen ke level Rp11.425 per saham pada akhir pekan lalu. Lalu, Adaro Energy terpantau menguat 4,92 persen ke level Rp1.705 pada perdagangan Jumat lalu (17/3).
Menurut Nafan, harga batu bara memiliki potensi untuk lebih menguat dari posisinya saat ini. Hal ini dipengaruhi oleh naiknya kebutuhan pasokan batu bara untuk memenuhi kebutuhkan listrik di Amerika Serikat (AS).
"Dulu waktu Barack Obama berkuasa, energi batu bara dan gas alam dikurangi penggunaannya. Lalu, China masih mengendalikan produksi batu bara demi menjaga kestabilan harga batubara dunia," ungkap Nafan.
Selain itu, emiten tambang yang lainnya yang juga mengalami penguatan sepanjang pekan lalu yakni, PT Aneka Tambang Persero Tbk (ANTM) yang naik 4,82 persen, PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) yang naik signifikan 12,99 persen, dan PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) melonjak 10,71 persen.
Sektor Agrikultur Kurang PerkasaSementara itu, selain sektor tambang, seluruh indeks sektoral lainnya juga mengalami penguatan sepanjang pekan lalu. Tak heran, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memang bergerak positif meski dibayangi rencana kenaikan suku bunga acuan AS pada awal pekan.
Bahkan, IHSG mencapai rekor terbarunya ke level 5.518 tepat setelah suku bunga acuan AS resmi dinaikan. Setelah itu, IHSG kembali mencetak rekor sepanjang sejarahnya pada akhir pekan lalu dengan ditutup ke level 5.540.
Namun, agrikultur menjadi sektor yang paling kecil dari segi persentase penguatannya. Sektor agrikultur hanya menguat tipis 0,26 persen ke level 1.830,982 dari sebelumnya 1.826,236.
Hal ini disebabkan oleh intensitas hujan yang begitu tinggi akibat fenomena la nina yang masih terasa, sehingga mengganggu produksi perkebunan dari beberapa emiten sektor agrikultur.
"Contohnya saja saham PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) masih mengalami tren penurunan," ujar Nafan.
Namun demikian, Nafan optimistis harga dari komoditas minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) masih berpeluang naik dari perdagangan terakhir yang berada di level 2.796 ringgit per metrik ton.
"Secara teknikal, trennya masih bisa berpeluang untuk naik dan menyentuh level 2.830 ringgit per metrik ton disebabkan karena adanya kenaikan ekspor dan permintaan," tutup Nafan.