Jakarta, CNN Indonesia -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat perubahan tujuan pengumpulan dana dari pasar modal oleh para perusahaan di lantai bursa. Lembaga tersebut menilai perusahaan saat ini lebih optimistis dalam menggunakan dana untuk modal kerja dan mendanai ekspansi.
Kepala Departemen Komunikasi dan Internasional Triyono mengatakan, Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK pada Rabu (12/4), menilai bahwa stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia dalam kondisi terjaga. Ketidakpastian ekonomi dan pasar keuangan global pada Maret 2017, terpantau berkurang.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih membukukan penguatan sebesar 3,37 persen secara bulanan (sejak awal tahun 5,12 persen) dan mencatat rekor tertinggi pada 30 Maret 2017 pada posisi 5.592,90.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Beli bersih nonresiden pada bulan laporan terpantau meningkat signifikan, yaitu sebesar Rp10,1 triliun (sejak awal tahun tercatat beli bersih Rp8,3 triliun). Pergerakan pasar SBN juga menguat dengan penurunan yield SBN di semua tenor dan nonresiden mencatatkan beli bersih sebesar Rp31,3 triliun (sejak awal tahun beli bersih Rp57,4 triliun),” jelasnya.
Ia mengungkapkan, pada periode Januari-Maret 2017, sebanyak 23 emiten menghimpun dana di pasar modal sebesar Rp33,2 triliun atau meningkat sebesar 40,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2016 (Januari – Maret 2016 dengan 11 emiten).
“Berbeda dari tahun lalu yang mayoritas dana digunakan untuk restrukturisasi utang, tahun ini direncanakan 24 persen dana digunakan untuk ekspansi usaha dan 69 persen untuk modal kerja,” katanya dalam keterangan resmi.
Triyono menilai, pergeseran tujuan penggunaan dana ini mengindikasikan optimisme dunia usaha terhadap prospek bisnisnya. Sementara dilihat dari bidang usaha emiten, sebanyak 62,74 persen emiten adalah Lembaga Jasa Keuangan (LJK).
“Sementara itu, risiko LJK terpantau berada pada level yang manageable. Per Februari 2017, risiko kredit terpantau meningkat di tengah pertumbuhan restrukturisasi kredit yang telah dalam tren melambat,” katanya.
Rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) gross sebesar 3,16 persen dibanding Januari 3,09 persen. NPL nett mencapai 1,38 persen dibanding Januari 1,35 persen, sedangkan rasio Non-Performing Financing (NPF) perusahaan pembiayaan tercatat membaik menjadi 3,03 persen dibanding Januari 3,17 persen.
“OJK akan terus memantau risiko kredit LJK yang masih relatif tinggi di tengah masih belum solidnya indikator kinerja sektor riil domestik,” jelasnya.
Seiring perkembangan ini, pertumbuhan intermediasi lembaga jasa keuangan menunjukkan perbaikan. Per Februari 2017, penyaluran kredit perbankan tumbuh menguat sebesar 8,57 persen, naik dari Januari sebesar 8,28 persen secara tahunan. Sementara, pertumbuhan piutang pembiayaan tercatat sebesar 7,20 persen secara tahunan dibanding Januari 6,67 persen secara tahunan.
“Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Februari 2017 tumbuh sebesar 9,21 persen secara tahunan dibanding Januari 10,04 persen secara tahunan. Pendapatan premi asuransi Januari-Februari 2017 tercatat sebesar Rp30,9 triliun atau meningkat sebesar 11,6 persen dari periode yang sama tahun 2016,” jelasnya.