Meski Laporan Keuangan 'Jokowi' Wajar, BPK Beri Tujuh Catatan

CNN Indonesia
Jumat, 19 Mei 2017 14:45 WIB
Menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ketujuh masalah itu terkait Sistem Informasi Penyusunan LKPP tahun 2016 yang belum terintegrasi.
Menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ketujuh masalah itu adalah terkait Sistem Informasi Penyusunan LKPP tahun 2016 yang belum terintegrasi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Meski telah memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih menemukan sejumlah kelemahan dalam pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2016.

Dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2016, BPK menemukan sebanyak tujuh temuan dalam pemeriksaan atas sistem pengendalian internal yang dilakukan oleh pemerintah pusat.

Menurut Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara ketujuh masalah itu adalah terkait Sistem Informasi Penyusunan LKPP tahun 2016 yang belum terintegrasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedua adalah pelaporan Saldo Anggaran Lebih serta pengendalian piutang pajak dan penagihan sanksi administrasi pajak berupa bunga atau denda belum memadai dan adanya inkonsistensi tarif PPh Migas.

Temuan ketiga, BPK menemukan adanya Penatausahaan persediaan, Aset Tetap, dan Aset Tak Berwujud yang belum tertib.

Selanjutnya, BPK juga menilai pengendalian atas pengelolaan program subsidi kurang memadai serta pertanggungjawaban Kewajiban Pelayanan Publik Kereta Api juga dinilai belum jelas.

"Penganggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik bidang sarana prasarana penunjang dan tambahan DAK juga dinilai belum memadai dan tindakan khusus penyelesaian aset negatif Dana Jaminan Sosial Kesehatan yang belum jelas," ujar Moermahadi dalam sambutan penyampaian LKPP 2016 di DPR, Jumat (19/5).

Di samping itu, BPK juga mengungkapkan temuan-temuan pemeriksaan kepatuan terhadap ketentuan perundang-undangan antara lain yakni soal pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Piutang Bukan Pajak pada 46 Kementerian Negara atau Lembaga yang belum sesuai ketentuan.

Selanjutnya BPK juga melihat adanya restitusi pajak tahun lalu senilai Rp1,15 triliun tidak memperhitungkan piutang pajak yang nilainya mencapai Rp879,02 miliar.

Moermahadi juga mencatat adanya ketidaksesuaian dalam pengelolaan hibah langsung berupa uang/barang/jasa senilai Rp2,85 triliun yang dilakukan oleh 16 Kementerian negara/lembaga. Kendati demikian, BPK tetap memberikan opini WTP kepada laporan pertanggungjawaban APBN 2016.

"Temuan-temuan kelemahan atas pengendalian intern dan kepatuhan terhadap perundang-undangan tidak berpengaruh langsung terhadap kewajaran LKPP Tahun 2016," ujar Moermahadi.

Pemberian opini WTP tersebut juga didasarkan pada hasil pemeriksaan atas 87 Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) dan satu laporan keuangan Bendahara Umum Negara. Diketahui pemberian opini WTP juga disematkan pada sebanyak 74 LKKL-LK BUN atau 84 persen dari total penilaian LKKL-LK BUN.

BPK masih menyematkan opini Wajar Dengan Pengecualian kepada sebanyak 8 LKKL yakni Kementerian Pertahanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak, BKKBN, KPU, Badan Informasi Geopasial, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Lembaga Penyiaran Publik RRI.

Sementara itu Kementerian Kelautan dan Perikanan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Kementerian Pemuda dan Olah Raga, Lembaga Penyiaran Publik TVRI, Bakamla, dan Badan Ekonomi Kreatif mendapat opini Tidak Menyatakan Pendapat dari BPK.

"Opini Wajar Dengan Pengecualian atas 8 LKKL dan Opini Tidak Menyatakan Pendapat atas 6 LKKL tersebut, tidak berpengaruh secara material terhadap LKPP tahun 2016," pungkas Moermahadi.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER