Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan, kenaikan jumlah utang Indonesia tak melulu berarti pengelolaan keuangan negara negatif. Pada April 2017 lalu, utang Indonesia mencapai 30 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Porsi utang Indonesia dari total keseluruhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 dinilai masih dalam jumlah yang wajar. Utang Indonesia meningkat Rp16,37 triliun menjadi Rp3.667,41 triliun. Jumlah ini tidak melanggar aturan yang tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dimana dalam payung hukum tersebut disebut bahwa batas maksimal porsi utang sebesar 60 persen dari PDB.
"Jangan dilihat hanya kalau masih ada utang. Utang kita paling 30 persen dari PDB," ujar Darmin usai menghadiri acara di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Jumat (26/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, sambung dia, apabila dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, porsi utang Indonesia dari total keseluruhan PDB juga terbilang wajar. Bahkan, masih terbilang rendah.
"Sementara, banyak negara (porsi utangnya) 100 persen sampai 200 persen. Kalau dilihat bagaimana kita dibandingkan negara lain berutang, kita tidak termasuk negara berutang yang bermasalah," imbuh Darmin.
Kendati masih dalam batasan rendah, tercatat porsi utang di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terbilang meningkat. Sebagai catatan, pada 2014, porsi utang Indonesia mencapai 24,7 persen atau sebesar Rp2.608,8 triliun dari total PDB.
Lalu, pada 2015, nilai utang Indonesia meningkat menjadi 27,4 persen atau sekitar Rp3.165,2 triliun dari total PDB. Kemudian, akhir tahun lalu, utang negara naik tipis menjadi Rp3.466,9 triliun atau 27,5 persen dari PDB. Barulah pada April 2017 lalu, utang Indonesia menjadi Rp3.667,41 triliun.
Sampai April lalu, berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat, jumlah utang Indonesia terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebanyak 80 persen dengan nilai mencapai Rp2.932,69 triliun, dan 20 persen lainnya berasal dari pinjaman sebesar Rp734,71 triliun.
Utang Indonesia meningkat secara bersih (neto) dari penerbitan SBN sebesar Rp19,85 triliun dan berkurangnya pinjaman sebesar Rp3,49 triliun.
Sebelumnya, bersamaan dengan porsi utang negara yang kian meningkat, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah akan terus memantau dan mengkaji sejumlah sentimen dari luar Indonesia yang memengaruhi porsi utang negara.
Adapun sentimen dari luar, menurut Sri Mulyani, seperti pertumbuhan ekonomi global dan beberapa negara besar, laju inflasi, perkembangan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve/The Fed), hingga harga komoditas dunia, termasuk harga minyak dunia.
"Kami akan tetap waspada mengelola APBN. Kami tetap melihat dinamika yang terjadi di perekonomian nasional dan global. Kami melihat dampaknya ke APBN dan bagaimana kemudian angka akan berubah dari sisi penerimaan dan belanja negara," pungkasnya.