Jakarta, CNN Indonesia -- Emiten sektor barang konsumsi dan perdagangan boleh tersenyum lebar. Berkah ramadan yang menjalar ke bursa saham diperkirakan akan membuat cuan saham kedua sektor ini mengilap, seiring dengan peningkatan pola konsumsi masyarakat.
Riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia di 2016 menyebut, konsumsi keluarga umat Islam meningkat 20 persen hingga 30 persen saat ramadan dan lebaran.
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee mengakui, penjualan ritel saat ramadan dan jelang lebaran memang cenderung positif. Tren kenaikan penjualan beberapa emiten sektor perdagangan jasa bahkan bisa mencapai 30 persen sampai 40 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia meramal, saham-saham emiten sektor barang konsumsi dan perdagangan jasa yang menghijau, antara lain PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS), PT Matahari Department Store Tbk (LPPF), PT Mayora Indah Tbk (MYOR), dan PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI).
"Memang, seperti yang diketahui bersama, penjualan ritel saat puasa positif. Jadi, positif untuk emiten tersebut," ujar Hans kepada CNNIndonesia.com, Senin (29/5).
 Pergerakan harga saham sektor perdagangan jasa. (CNN Indonesia/Fajrian). |
Hal senada disampaikan Analis Senior Binaartha Securities Reza Priyambada. Namun, ia merinci, yang tak ketinggalan juga, yakni peningkatan konsumsi makanan dan minuman sepanjang bulan puasa. Lonjakan konsumsi sepanjang ramadan bahkan dianggap mampu mengerek total pendapatan sepanjang kuartal kedua.
Seperti, saham-saham emiten PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), dan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA). "Saham sektor barang dan konsumsi terpengaruh karena berhubungan dengan tingkat konsumsi," jelas Reza.
Adapun, ia mengungkapkan, imbal hasil yang dikantongi investor dari emiten-emiten barang konsumsi diproyeksikan berkisar dua persen hingga lima persen. Tak tertutup kemungkinan, cuan yang diperoleh investor akan lebih tinggi lagi dengan sumbangsih penjualan yang melesat.
AY Winarto, salah satu investor dalam negeri yang juga duduk di jajaran kursi direktur di PT Graha Logam menuturkan, tak pernah ketinggalan mengoleksi saham-saham emiten perdagangan jasa saat ramadan. Kegemarannya ini sudah dilakukannya beberapa tahun belakangan. "Biasanya, saat ramadan saham-saham emiten ritel seperti LPPF," katanya.
 Pergerakan harga saham sektor barang konsumsi. (CNN Indonesia/Fajrian). |
Kendati demikian, ia mengaku, belum dapat menghitung pasti imbal hasil (return) yang akan diraihnya. Cuan tentunya tetap memperhitungkan kondisi pasar modal.
Kondisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang bulan puasa ini diperkirakan relatif tak memiliki sentimen positif atau negatif yang dapat membuat naik dan turun secara signifikan. S&P telah meningkatkan rating utang Indonesia, sementara Moody's menurunkan peringkat utang China. "Jadi, pergerakannya biasa saja," imbuh Winarto.
Namun, ia menampik rumor yang menyebut bahwa transaksi di pasar modal akan suam-suam kuku di sepanjang bulan puasa ini. Meskipun, memang, sebagian investor sudah memasukkan faktor kenaikan penjualan dari emiten barang konsumsi dan perdagangan jauh sebelum kedatangan ramadan.
"Ya, mungkin memang sudah price in. Tetapi, tetap saja harga saham tetap akan naik, walaupun tidak banyak," tutur investor yang telah berkecimpung di dunia pasar modal sejak 1990 silam tersebut.
Angkat Peluang Saham FarmasiSelain saham-saham sektor barang konsumsi dan perdagangan jasa, sejumlah analis juga meyakini, saham emiten makanan olahan dan farmasi berpeluang diuntungkan kehadiran ramadan.
Seperti, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) di sektor makanan olahan, serta PT Indofarma Tbk (INAF), dan PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) di sektor farmasi.
Menurut Reza, saham-saham tersebut akan mengilap karena kebutuhan masyarakat naik. "Intinya, yang langsung berhubungan dengan konsumsi masyarakat akan diminati pelaku pasar sahamnya," terang dia.
 Pergerakan harga saham sektor makanan olahan. (CNN Indonesia/Fajrian). |
Selain itu, sambung dia, konsumsi vitamin masyarakat demi menjaga kesehatan selama beribadah puasa juga diperkirakan meningkat. Ini yang kemudian bakal mendatangkan cuan.
Hans melihat peluang lain. Ia menilai, emiten sektor aneka industri sub sektor otomotif, seperti PT Astra International Tbk (ASII) dan PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) juga akan ikut mendulang untung saat ramadan.
"Karena, orang biasanya mau menggunakan kendaraan untuk pulang kampung. Penjualan mobil bisa lebih kencang lagi, ini sentimen positif," imbuhnya.
 Pergerakan harga saham sektor farmasi. (CNN Indonesia/Fajrian). |
Beberapa harga saham emiten yang direkomendasikan beli (buy) oleh sejumlah analis bergerak positif sejak awal tahun hingga perdagangan akhir pekan lalu, Jumat (26/5) atau secara year to date (ytd).
MYOR, misalnya, menjadi emiten dengan kenaikan tertinggi, yaitu sebesar 25,14 persen. Diikuti, UNVR yang tumbuh 22,85 persen. Keduanya merupakan emiten sektor barang konsumsi.
Sementara, saham JPFA terkerek hingga 20,13 persen. Kemudian, MAPI meningkat 14,49 persen, dan INDF menanjak 13,26 persen. Artinya, saham emiten yang direkomendasikan buy selama ramadan ini masih dipimpin oleh emiten barang konsumsi.
Adapun, saham emiten sektor farmasi masih kurang darah. Sejak awal tahun hingga perdagangan pekan lalu, INAF lunglai ke level Rp4.130 per saham dari posisi Rp4.700 (ytd). Penurunan ini mencapai 12,12 persen. Sedangkan, KLBF terkoreksi 0,33 persen menjadi Rp1.505 per saham dari posisi sebelumnya Rp1.510.
Sektor lain yang juga melorot, yakni CPIN dari sektor makanan olahan yang turun 1,27 persen menjadi Rp3.100 per saham dan IMAS dari sektor aneka industri sub sektor otomotif yang rontok 16,98 persen ke level Rp1.100 per saham.
 Pergerakan harga saham sektor aneka industri subsektor otomotif. (CNN Indonesia/Fajrian). |
Waspadai Gerak-gerik IHSGKepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan menyebut, kondisi pasar modal berpotensi stagnan selama ramadan. Pelaku pasar dinilai tak akan agresif dalam bertransaksi di pasar modal.
"Transaksi agak turun ketika bulan puasa, kecuali kalau ada yang signifikan, sentimen yang tidak terduga," kata Alfred.
Hal ini juga berlaku bagi beberapa emiten saham yang diprediksi naik tajam saat ramadan. Alfred melihat, beberapa harga saham emiten, misalnya untuk emiten ritel sendiri sudah
price in. Sehingga, pergerakan harga saham hanya akan melaju kencang jika ada kejutan.
"Jadi, saya tidak setuju juga kalau saat ramadan dan lebaran investor memburu saham-saham ritel dan konsumsi. Investor sudah
price in duluan, sudah pasti penjualan kuartal kedua lebih besar," papar dia.
Sementara, Reza mengingatkan, proyeksi laporan keuangan kuartal II juga akan menjadi pertimbangan investor dalam melakukan transaksi. Selain itu, kondisi global turut menjadi perhatian pelaku pasar. Salah satu yang masih ditunggu pasar, yakni keputusan kenaikan suku bunga The Fed.
"Lalu, misalnya tiba-tiba harga sejumlah komoditas melonjak selama ramadan, nah pasar tidak melihat apakah ini ramadan atau tidak, tapi tetap akan masuk ke emiten sektor itu, meski tidak berhubungan langsung dengan ramadan," tandas Reza.
Aksi Ambil UntungSaham sektor barang konsumsi yang menjadi primadona saat ramadan juga tak melulu menjanjikan. Pekan lalu, indeksi yang paling banyak direkomendasikan buy ini saja tercatat turun cukup dalam, bahkan memimpin penurunan indeks.
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan, sektor barang konsumsi terkoreksi 2,22 persen ke level 2.523,638. Diikuti, pelemahan sektor keuangan sebesar 2,17 persen ke level 913,941.
Hans berpendapat, penurunan sektor ini hanya semata-mata perilaku investor yang melakukan aksi ambil untung (profit taking) sepanjang pekan kemarin. Setelah S&P mengerek rating utang Indonesia, investor langsung memburu saham berkapitalisasi besar yang umumnya berada dalam sektor barang konsumsi dan keuangan.
"Apalagi, beberapa emiten dengan kapitalisasi besar berada di dalam sektor barang konsumsi, seperti PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) dan UNVR," ucap dia.
Reza menambahkan, secara historis, perilaku investor selalu sama setiap ada sentimen positif yang signifikan. Umumnya, investor langsung masuk dalam saham emiten kapitalisasi besar untuk meraih untung tinggi. Namun, saat sentimen itu berlalu, maka investor akan melakukan
profit taking untuk meraih keuntungan.
"Dan kondisi ini juga berlaku untuk saham lain, misalnya perbankan, kan beberapa emitennya juga termasuk yang berkapitalisasi besar. Kalau sentimen sudah lewat, investor bakal lepas," pungkas Reza.