Beberapa harga saham emiten yang direkomendasikan beli (buy) oleh sejumlah analis bergerak positif sejak awal tahun hingga perdagangan akhir pekan lalu, Jumat (26/5) atau secara year to date (ytd).
MYOR, misalnya, menjadi emiten dengan kenaikan tertinggi, yaitu sebesar 25,14 persen. Diikuti, UNVR yang tumbuh 22,85 persen. Keduanya merupakan emiten sektor barang konsumsi.
Sementara, saham JPFA terkerek hingga 20,13 persen. Kemudian, MAPI meningkat 14,49 persen, dan INDF menanjak 13,26 persen. Artinya, saham emiten yang direkomendasikan buy selama ramadan ini masih dipimpin oleh emiten barang konsumsi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun, saham emiten sektor farmasi masih kurang darah. Sejak awal tahun hingga perdagangan pekan lalu, INAF lunglai ke level Rp4.130 per saham dari posisi Rp4.700 (ytd). Penurunan ini mencapai 12,12 persen. Sedangkan, KLBF terkoreksi 0,33 persen menjadi Rp1.505 per saham dari posisi sebelumnya Rp1.510.
Sektor lain yang juga melorot, yakni CPIN dari sektor makanan olahan yang turun 1,27 persen menjadi Rp3.100 per saham dan IMAS dari sektor aneka industri sub sektor otomotif yang rontok 16,98 persen ke level Rp1.100 per saham.
 Pergerakan harga saham sektor aneka industri subsektor otomotif. (CNN Indonesia/Fajrian). |
Waspadai Gerak-gerik IHSGKepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan menyebut, kondisi pasar modal berpotensi stagnan selama ramadan. Pelaku pasar dinilai tak akan agresif dalam bertransaksi di pasar modal.
"Transaksi agak turun ketika bulan puasa, kecuali kalau ada yang signifikan, sentimen yang tidak terduga," kata Alfred.
Hal ini juga berlaku bagi beberapa emiten saham yang diprediksi naik tajam saat ramadan. Alfred melihat, beberapa harga saham emiten, misalnya untuk emiten ritel sendiri sudah
price in. Sehingga, pergerakan harga saham hanya akan melaju kencang jika ada kejutan.
"Jadi, saya tidak setuju juga kalau saat ramadan dan lebaran investor memburu saham-saham ritel dan konsumsi. Investor sudah
price in duluan, sudah pasti penjualan kuartal kedua lebih besar," papar dia.
Sementara, Reza mengingatkan, proyeksi laporan keuangan kuartal II juga akan menjadi pertimbangan investor dalam melakukan transaksi. Selain itu, kondisi global turut menjadi perhatian pelaku pasar. Salah satu yang masih ditunggu pasar, yakni keputusan kenaikan suku bunga The Fed.
"Lalu, misalnya tiba-tiba harga sejumlah komoditas melonjak selama ramadan, nah pasar tidak melihat apakah ini ramadan atau tidak, tapi tetap akan masuk ke emiten sektor itu, meski tidak berhubungan langsung dengan ramadan," tandas Reza.
Aksi Ambil UntungSaham sektor barang konsumsi yang menjadi primadona saat ramadan juga tak melulu menjanjikan. Pekan lalu, indeksi yang paling banyak direkomendasikan buy ini saja tercatat turun cukup dalam, bahkan memimpin penurunan indeks.
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan, sektor barang konsumsi terkoreksi 2,22 persen ke level 2.523,638. Diikuti, pelemahan sektor keuangan sebesar 2,17 persen ke level 913,941.
Hans berpendapat, penurunan sektor ini hanya semata-mata perilaku investor yang melakukan aksi ambil untung (profit taking) sepanjang pekan kemarin. Setelah S&P mengerek rating utang Indonesia, investor langsung memburu saham berkapitalisasi besar yang umumnya berada dalam sektor barang konsumsi dan keuangan.
"Apalagi, beberapa emiten dengan kapitalisasi besar berada di dalam sektor barang konsumsi, seperti PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) dan UNVR," ucap dia.
Reza menambahkan, secara historis, perilaku investor selalu sama setiap ada sentimen positif yang signifikan. Umumnya, investor langsung masuk dalam saham emiten kapitalisasi besar untuk meraih untung tinggi. Namun, saat sentimen itu berlalu, maka investor akan melakukan
profit taking untuk meraih keuntungan.
"Dan kondisi ini juga berlaku untuk saham lain, misalnya perbankan, kan beberapa emitennya juga termasuk yang berkapitalisasi besar. Kalau sentimen sudah lewat, investor bakal lepas," pungkas Reza.