Kadin Proyeksi Bisnis Sejenis 7-Eleven Tak Bertahan Lama

CNN Indonesia
Senin, 26 Jun 2017 18:06 WIB
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memprediksi bisnis sejenis 7-Eleven tak akan bertahan lama, karena margin keuntungan yang tipis.
Ketua Kadin Indonesia memprediksi konsep bisnis serupa 7-Eleven tak akan bertahan lama. (CNN Indonesia/Yuli Yanna Fauzie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai, penutupan seluruh gerai 7-Eleven menjadi pertanda mulai rontoknya konsep bisnis penjualan produk dengan paduan gaya hidup 'nongkrong'. Bahkan, diproyeksi bisnis sejenis 7-Eleven tak akan bertahan lama.

Adapun saat ini, gerai ritel dengan konsep seperti 7-Eleven masih ada yang bertahan, misalnya Indomaret Points yang merupakan usaha ritel di bawah bendera PT Indomarco Prismatama dan Family Mart di bawah PT Fajar Mitra Indah.

"Waktu yang akan melihat, tapi seberapa kuat dia akan menahan? Kalau marginnya besar tidak apa, tapi itu marginnya tipis kok, cuma 1-3 persen," ujar Ketua Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani, di kediamannya di kawasan Kemang, Senin (26/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Menurut Rosan, konsep bisnis tersebut sebenarnya kurang cocok dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang gemar 'nongkrong'. Pasalnya, waktu berjam-jam yang dihabiskan pembeli tak sebanding dengan keuntungan yang berhasil dikantongi gerai ritel.

Belum lagi, regulasi dari pemerintah masih belum jelas untuk konsep bisnis ini. Seperti halnya yang terjadi pada 7-Eleven, perusahaan ritel asal Amerika Serikat tersebut, terpaksa menanggung pajak restoran sebesar 10 persen lantaran konsep bisnisnya yang menyedikan tempat duduk, selayaknya restoran.

Padahal, marginnya tak sebesar restoran dan volume transaksinya juga tak mampu menutup tipisnya margin. Berbeda dengan konsep bisnis Indomaret yang disebut Rosan lebih efisien serta bisa mendatangkan untung besar. Alasannya, Indomaret lebih efisien dari sisi pengeluaran untuk biaya sewa tempat yang relatif kecil, listrik yang tak begitu besar, dan pengeluaran lain yang diperkirakan lebih hemat.

"Ini kan bukan seperti restoran fine dining, bisa duduk berjam-jam, pesan satu porsi makan mahal, minum wine, itu memang marginnya besar," imbuh Rosan.


Dengan begitu, Rosan melihat, perlu dukungan pemerintah guna menyempurnakan regulasi bagi konsep bisnis ini, misalnya dari sisi perizinan dan perpajakan yang tak memberatkan peritel.

"Regulasi harus disempurnakan, tidak bisa statis. Karena bisa jadi ke depan, bisnis modelnya memang begitu. Pemerintah harus sesuaikan dengan regulasi itu," jelasnya.

Seperti diketahui, 7-Eleven yang berada di bawah PT Modern Internasional Tbk terpaksa menutup seluruh gerainya pada akhir bulan ini. Direktur Modern Internasional Chandra Wijaya mengatakan, penutupan 7-Eleven lantaran adanya keterbatasan sumber daya yang dimiliki perseroan untuk menunjang kegiatan operasional gerai itu.

Selain itu, kebangkrutan 7-Eleven juga tak terhindari lantaran gagalnya rencana akuisisi bisnis dari PT Charoen Pokphand Indonesia. Alhasil, satu per satu gerai 7-Eleven terpaksa gulung tikar sejak tahun lalu. Sejak tahun lalu, tercatat, sebanyak 25 gerai sudah tutup. Sedangkan sampai Maret 2017 lalu, jumlah gerai yang ditutup bertambah 30 gerai.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER