Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Komisi VIII Abdul Malik Haramain menilai, rencana pemerintah menambah manfaat dana haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk investasi infrastruktur bertentangan dengan Undang-undang (UU) Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
"Makanya waktu kami kemarin, uji kepatutan anggota dewan pengawas dan badan pelaksana BKPH kami sudah wanti-wanti," kata Abdul saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (28/7).
Menurutnya, UU tersebut harus jadi acuan BPKH meski diberi kewenangan mengelola dana haji. Jika rencana itu ditujukan untuk peningkatan pelayanan fasilitas haji, kata dia, tidak masalah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau infrastruktur tidak boleh, tidak bisalah. Ini penggunaanya untuk kemaslahatan umat," katanya.
Selain itu, Abdul mengingatkan, penggunaan dana haji harus bebas resiko karena bukan uang negara. "Itu uang umat, harus dijamin keamanannya dan harus bebas resiko," ujarnya.
Mengacu Pasal 3 UU Nomor 34 Tahun 2014, menyebutkan bahwa penggunaan dana haji untuk pertama, kualitas penyelenggaraan ibadah haji, kedua, rasionalitas dan efisiensi pengunaan biaya pengelolaan ibadah haji dan ketiga, manfaat bagi kemaslahatan umat Islam.
"Yang dimaksud untuk kemaslahatan umat Islam adalah kegiatan pelayanan ibadah haji, pendidikan dan dakwah, kesehatan, sosial keagamaan, ekonomi umat, serta pembangunan sarana dan prasarana ibadah," kata dia.
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi VIII Sodik Mudjahid mengingatkan jika tujuan dibentuknya BPKH adalah mengelola dana haji milik jemaah. "Jadi harus lebih pro calon jamaah pemilik uang daripada pro pemerintah," ujar Sodik dihubungi terpisah.
Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro menilai dana haji memiliki karakteristik yang sama dengan proyek infrastruktur, yakni bersifat jangka panjang
(long term). Oleh karena itu, pemerintah menilai dana haji paling bagus untuk membiayai proyek infrasturktur.
"Dana haji itu adalah
long-term funding, infratruktur adalah
long-term project. Namanya long-term project yang paling bagus membiayai adalah long-term funding," tutur Bambang.
Sebagai catatan, per awal 2017, dana abadi umat yang berasal dari efisiensi penyelenggaraan haji mencapai Rp90 triliun. Dana itu akan dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang baru saja dibentuk oleh pemerintah sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
Bambang mengingatkan, penempatan dana haji untuk membiayai proyek infrastruktur merupakan investasi bukan belanja. Artinya, jumlah dana haji jamaah tidak akan berkurang malah akan bertambah dengan adanya imbal hasil. Investasi dana haji pada proyek infrastruktur sama halnya dengan penempatan dana haji ke bank syariah maupun Surat Berharga Syariah (SBSN) atau sukuk.
Bahkan, investasi pada proyek infrastruktur bisa memberikan imbal hasil yang lebih besar dibandingkan mengendap di perbankan syariah. Misalnya, jika dana haji ditempatkan pada proyek-proyek 'enak' sebagaimana diarahkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam artian, pasti memberikan imbal hasil tinggi seperti proyek jalan tol di Jakarta maupun proyek pembangkit listrik yang pasti dibeli oleh PT PLN.
"Tugas BPKH yang baru dilantik adalah memastikan bahwa investasi dana haji aman dan kalau ada transaksi pasti harus mendapatkan fatwa atau semacam dukungan dari Dewan Syariah Nasional," jelasnya.
Menurut Bambang, penempatan dana haji pada proyek infrastruktur bukan hanya soal memperbaiki infrastruktur tetapi bagaimana meningkatkan kualitas pelayanan. Jika imbal hasil yang diperoleh tinggi, pengelola dana haji dapat memanfaatkannya untuk meningkatkan pelayanan kepada jamaah haji.
"Kami ingin haji-haji di Indonesia yang pergi dengan ONH-ONH itu bisa mendapatkan pelayanan yang maksimal dari penginapan, transportasi baik udara darat, kesehatan, dan makanan," pungkasnya.