Jakarta, CNN Indonesia -- Ratusan pekerja peti kemas PT Jakarta International Container Terminal (JICT) yang tergabung dalam Serikat Pekerja JICT (SP JICT) melakukan mogok kerja di area lobi kantor perusahaan yang berlokasi di Pelabuhan Tanjung Priok.
Sekretaris Jenderal SP JICT Firmansyah menuturkan, aksi mogok kerja dilakukan karena dampak dari perpanjangan kontrak JICT yang menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melanggar aturan. Uang sewa ilegal perpanjangan kontrak JICT yang telah dibayarkan sejak tahun 2015 dianggap telah berdampak terhadap pengurangan hak pekerja sebesar 42 persen.
"Padahal pendapatan JICT meningkat 4,6 persen tahun 2016 dan biaya overhead termasuk bonus tantiem Direksi serta komisaris meningkat 18 persen," ujar Firmansyah saat dihubungi, Kamis (3/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menduga, pendapatan tahunan JICT yang mencapai Rp3,5 triliun hingga Rp4 triliun menjadi incaran investor asing untuk memperpanjang kontrak JICT dan melakukan politisasi gaji pekerja. Aksi mogok kerja ini, menurut dia, dilakukan untuk menuntut hak-hak para pekerja JICT, antara lain bonus tahunan, perjanjian kerja bersama (PKB), dan program tabungan investasi (PTI).
"Ini bukan masalah gaji besar atau kecil, ini masalahnya ada penurunan hak yang harusnya diterima pekerja salah satunya bonus tahunan tadi. Bonus tahunan ini kan harusnya sudah dibayarkan April kemarin, ini kan bonus tahunan 2016. Pendapatan JICT 2016 naik 4,6 persen tetapi bonus tahunannya malah turun 59 persen karena ada pembayaran
rental fee ini," ujar Firmansyah.
Saat dikonfirmasi, Manajemen JICT mengaku telah memenuhi pembayaran bonus karyawan sesuai dengan Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Direktur Utama PT JICT Gunta Prabawa, mengungkapkan keprihatinannya terhadap tindakan SP JICT yang terus memaksakan kehendak. Padahal, Direksi JICT merasa sudah menjalankan kewajiban sesuai dengan ketentuan dan kesepakatan yang berlaku. Dewan Direksi JICT pun menurut dia, tidak pernah mengingkari kesepakatan sebagaimana dituduhkan SP JICT.
"Direksi telah memenuhi pembayaran bonus karyawan sesuai dengan PKB, dan telah menjalankan poin-poin kesepakatan di dalam Risalah Rapat pada 9 Mei 2017. Jadi aksi mogok tidak sah dan merugikan negara," kata Gunta kepada CNN Indonesia.com.
Kuasa Hukum JICT Purbadi Hardjoprajitno menjelaskan, aksi mogok kerja ini sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan bertahun-tahun oleh para karyawan dengan tuntutan yang dianggap mengada-ada.
"Bertahun-tahun hal seperti ini terjadi, dimulai dari direksi berasal dari perusahaan Hutchinson Hong Kong. Apabila diancam, biasanya perusahaan akan memenuhi tuntutannya karena dinilai akan mengganggu pelayaran dan kinerja yang ada. Tidak heran bila aksi mogok kerja atau demo menjadi sebuah kebiasaan," tegasnya.
Menurutnya, para karyawan beranggapan, pembayaran perpanjangan
rental fee tersebut merugikan mereka.
Sebenarnya, fakta yang terjadi pada Mei 2017, lanjut Purbadi, sudah ada bonus yang diberikan untuk karyawan sekitar Rp 47 miliar. Akan tetapi, dengan adanya perpanjangan
rental fee yang dibayarkan Hutchinson untuk Pelindo ini, para karyawan menilai masih berhak menuntut tambahan bonus kembali, yaitu mencapai Rp 95 miliar.
"Bila tuntutan ini tidak dipenuhi, (ini dianggap) merugikan mereka dan (mereka) akan melakukan aksi mogok kerja," ucapnya.
Menurut Purbadi, tuntutan ini ditolak oleh para pemegang saham, karena tidak ada dasar yang kuat. Perusahaan tidak menyetujui dan menolak permintaan karyawan tentang tambahan bonus, dengan alasan sudah diberikan pada Mei lalu sekitar Rp 47 miliar.
Purbadi menjelaskan, karyawan JICT sebenarnya memiliki gaji yang cukup tinggi. Dalam empat tahun terakhir, karyawan JICT bahkan mengalami kenaikan gaji 20 persen hingga 25 persen per tahun.
"Karyawan di JICT memiliki gaji selangit. Selama 4 tahun terakhir, gaji (mereka) naik rata-rata 20 hingga 25 persen setahun, atau 5 kali lipat lebih tinggi daripada inflasi selama periode 2012-2016," ungkapnya.
Berdasarkan dokumen keuangan dari JICT, pekerja level staf menerima gaji mencapai Rp35,9 juta per bulan atau Rp 430,9 juta per tahun. Untuk level senior staf, gajinya sebesar Rp 68,2 juta per bulan atau Rp818,3 juta per tahun.
Sedangkan supervisor memperoleh gaji Rp60,19 juta dengan gaji per tahun Rp722,34 juta. Di level supervisor denior, gajinya setiap bulan Rp 87,02 juta atau Rp1,04 miliar per tahun. Gaji Manajer setiap bulannya Rp113,9 juta atau Rp 1,4 miliar per tahun.
Untuk posisi senior manager, gaji setiap bulan Rp 132,6 juta dan Rp 1,6 miliar per tahun. Untuk kepengurusan serikat pekerja karyawan JICT adalah mulai posisi staf memiliki gaji Rp62,92 miliar per bulan atau Rp755,03 juta per tahun.
Untuk posisi supervisor sebesar Rp65,09 juta per bulan atau Rp 781,11 miliar per tahun. Adapun untuk posisi Manager bergaji Rp105,86 juta per bulan dengan gaji Rp 1,27 miliar per tahun. Untuk posisi senior manager gajinya Rp 115,1 miliar per bulan dengan gaji Rp 1,39 juta per tahun.
Purbadi juga menerangkan besarnya dana fasilitas dan tunjangan untuk karyawan JICT. Mereka mendapat bantuan biaya pendidikan anak untuk masuk Sekolah Dasar (SD) sebesar Rp3 juta, SMP sebesar Rp3,75 juta, lalu SMA sebesar Rp4,5 juta, serta Universitas sebesar Rp22,5 juta.
Tak hanya itu, ada juga biaya prestasi anak untuk yang SD sebesar Rp2 juta, untuk SMP sebesar Rp2,5 juta, untuk anak SMA sebesar Rp3,15 juta dan yang kuliah di Universitas bantuan biaya prestasi sebesar Rp 5 juta.
Biaya bantuan buku-buku pada setiap semester atau setiap enam bulan juga ada. Untuk anak yang SD Rp1 juta, anak yang SMP sebesar Rp 1,35 juta, lalu anak yang SMA sebesar Rp1,65 juta dan yang kuliah di Universitas sebesar Rp2,65 juta.
Para pekerja juga mendapat tunjangan transportasi untuk level Staf hingga senior manager yaitu Rp1,4 juta hingga Rp7,6 juta. Tunjangan lain juga diberikan sebesar Rp2,25 juta untuk bantuan khitanan dan persalinan. Kemudian bantuan uang saku haji Rp6,5 juta.
“Dengan data ini membuktikan gaji selangit, mereka masih menuntut banyak sangat tidak masuk akal dan profesional," jelasnya.
Berlangsungnya aksi mogok kerja para karyawan JICT ini, diakui Purbadi, karena adanya surat yang diberikan oleh SP JICT kepada JICT terkait rencana mogok kerja 3-10 Agustus 2017. Salah satu faktor penyebab mogok tersebut karena bonus yang diterima karyawan pada 2016 menurun sebesar 42,5 persen dibandingkan bonus pada 2015.
"Penurunan tersebut terjadi karena PBT (Profit Before Tax) JICT menurun dari US$66.3 juta pada 2015 menjadi US$44,2 juta pada 2016," papar Purbadi.