Syarat Baru Penerima FLPP Terganjal Harga Rumah Murah

CNN Indonesia
Senin, 07 Agu 2017 16:00 WIB
Perubahan kriteria penerima Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) terhambat aturan harga rumah ideal Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Perubahan kriteria penerima Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) terhambat aturan harga rumah ideal Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). (ANTARA FOTO/Risky Andrianto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan kajian perubahan kriteria penerima Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) masih berlangsung, kendati masih terganjal aturan harga rumah ideal bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di setiap daerah.

Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Lana Winayanti menuturkan, saat ini harga rumah bagi MBR ditetapkan di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 113 tahun 2014, di mana harga rumah ditetapkan per tahun dari 2014 hingga tahun 2018. Karena masa beleidnya akan habis tahun depan, maka aturan tersebut harus direvisi secepatnya.

Namun, di dalam menyusun revisi harga rumah, pengembang memberi masukan bahwa harga rumah tidak hanya ditetapkan antar regional, namun juga intra regional.

Ia mencontohkan harga rumah di Surabaya yang berbeda dengan daerah lain di Jawa Timur seperti Trenggalek. Dengan permintaan penetapan harga rumah yang semakin kompleks, pemerintah putar otak lebih kencang untuk menentukan kriteria masyarakat yang bisa memperoleh FLPP di setiap daerahnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Harga rumah akan semakin kompleks, ini akan mempengaruhi kriteria penerima FLPP kedepannya. Karena kan kriteria MBR ini rencananya akan dibagi secara kewilayahan, tapi pengembang kasih masukan harga rumah antara metropolitan dan daerah biasa ini dibedakan,” kata Lana ditemui di kantornya, Senin (7/8).

Ia menuturkan, pengembang biasanya tak hanya memikirkan biaya penyediaan lahan dan bahan baku konstruksi saja di dalam membangun rumah. Pengembang, ujarnya, juga tentu memikirkan pertumbuhan upah pekerja konstruksi, di mana antara satu daerah dengan lainnya bisa jauh berbeda.

Karena harga rumah yang bervariasi antar daerah, maka pemerintah pun tidak jadi melaksanakan rencana awal, yakni menetapkan pembagian masyarakat berpenghasilan rendah ke dalam sembilan regional yang berbeda.

“Akibatnya kami tidak tahu apakah (masyarakat berpenghasilan rendah) akan digolongkan menjadi sembilan wilayah atau tidak,” katanya.

Meski demikian, perubahan kriteria penerima FLPP harus diubah mengingat standar hidup masyarakat berbeda di tiap-tiap wilayah. Lana mencontohkan upah minimum di Kabupaten Karawang yang sudah mencapai Rp4,1 juta per bulan atau lebih besar dari kriteria MBR nasional sebesar Rp4 juta.

Sehingga, meski berpenghasilan minimum, namun masyarakat dengan penghasilan upah minimum di Kabupaten Karawang tidak bisa mengambil kredit FLPP untuk beli rumah. Adapun menurutnya, Kementerian PUPR akan memasukkan variabel standar hidup layak selain upah minimum sebagai kriteria MBR kedepannya.

“Makanya, harus lihat lagi kriteria MBR ini. Tidak fair apabila pembatasan MBR diberlakukan secara umum, sementara tiap daerah punya standar hidup yang beda-beda,” pungkasnya.

Sebagai informasi, aturan mengenai penerima FLPP ini tercantum di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 20 tahun 2014.
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER