Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat menyebutkan, pemerintah dan PT Angkasa Pura II (Persero) atau AP II tidak membuat perusahaan patungan baru (
joint venture) untuk menggabungkan kepemilikan saham Bandar Udara Internasional Kertajati yang saat ini tengah dibangun di kawasan Majalengka, Jawa Barat.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menjelaskan, kepemilikan saham Bandara Kertajati sebesar minimum 51 persen tetap dimiliki Pemprov Jawa Barat melalui PT Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) sebagai induk perusahaan.
"Tidak bentuk baru, kan kami punya BIJB. Maka BIJB itulah (perusahaan induknya), Angkasa Pura menjadi
stakeholder, memiliki sahamnya saja," ujar Aher, sapaan akrabnya di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Selasa (15/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan maksimal 49 persen saham lainnya dimiliki AP II, PT Jasa Sarana, dan perusahaan swasta lainnya yang memiliki ketertarikan untuk memiliki Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT) yang dikeluarkan BIJB. Adapun perhitungan awal untuk alokasi saham pada RDPT sekitar 20 persen sampai 25 persen.
"Kesempatan untuk lebih masih ada. Karena RDPT itu dana asuransi masuk sebagai saham, itu kan lima tahun menjadi stakeholder. Setelah lima tahun itu, terbuka untuk dibeli siapapun, termasuk AP II," jelas Aher.
Sementara, untuk penunjukkan perusahaan induk sesuai dengan kepemilikan saham terbesar, yaitu oleh BIJB. Namun, operator pengelola bandara dilakukan oleh AP II. Selain itu, perusahaan jasa lainnya, disebut-sebut akan turut bergabung sebagai penyedia jasa di Bandara Kertajati nanti.
"Nanti ada perusahaan lain untuk kargo, katering, bahan bakar, macam-macam. Bisa puluhan perusahaan," imbuh Aher.
Kendati begitu, keputusan berapa persen saham final yang dimiliki tiap pihak, sambung Aher, masih belum ditetapkan sampai pertengahan Agustus ini. Sebab, rapat koordinasi yang dilakukan bersama seluruh pihak belum menemukan titik temu.
Menurut Direktur Utama BIJB Virda Dimas Ekaputra, mengingat kesepakatan tersebut harus dituangkan secara tertulis, maka seluruh pihak yang terlibat akan tetap menuangkan aturan besaran kepemilikan saham secara batasan, yaitu minimum 51 persen saham BIJB dan maksimal 49 persen dari pihak luar pada kerangka kerja (
framework) pada 31 Agustus 2017 mendatang.
Sedangkan penandatangan resmi dengan besaran saham yang telah pasti, baru akan dilakukan pada November mendatang.
"31 Agustus itu final model keseluruhan, belum angka riil. (Perhitungan) RDPT sendiri akan masuk minggu ketiga September. Kalau sudah masuk, baru ketahuan berapa angkanya, berapa presentasenya," jelas Virda pada kesempatan yang sama.
Namun, menurut perhitungan awal Virda, setidaknya alokasi dari RDPT sebesar Rp1 triliun sampai Rp1,4 triliun. "Kalau cuma Rp870 miliar, segitu yang kami bukukan. Yang jelas, investor itu sudah ada minat," tambah Virda.
Adapun Bandara Kertajati ditargetkan beroperasi pada kuartal I 2018. Sedangkan dari sisi nilai investasi, diperkirakan membutuhkan sekitar Rp2,6 triliun untuk konstruksi dan tambahan biaya kurang dari Rp1 triliun untuk pembiayaan penambahan lahan tahap berikutnya.
(gir)