Jakarta, CNN Indonesia -- Haryanto menenggak botol air mineralnya di bawah terik siang Iduladha yang jatuh pada Jumat (1/9). Dia sedang menunggui beberapa ekor sapinya yang siap dikirim ke konsumen.
Usai mengucap hamdalah, dia mulai bercerita bahwa penjualan sapi di musim kurban tahun ini memang cukup sulit. Untungnya, dia mengaku telah berhasil melego seluruh sapi yang didatangkannya dari Wonosobo.
"Jual sapi itu repot, karena kebanyakan mereka [konsumen] iuran belinya ya. Yang satu udah cocok, yang lain ingin yang lain. Konfirmasi sana-sininya itu yang bikin rumit. Beda sama kambing yang biasa dibeli individu," kata Haryanto kepada
CNNIndonesia.com di kawasan Kebon Kacang, Tanah Abang, tempatnya berjualan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Haryanto menuturkan bahwa dia juga harus memberikan layanan yang memuaskan dan bersaing antar penjual demi menjaring konsumen.
Salah satunya adalah dengan memberikan promosi gratis ongkos kirim kepada konsumen sejauh mereka berada di Jabodetabek. Pembeli tak perlu pusing-pusing memikirkan kandang dan makanan karena sapi akan dikirimkan ke tempat penyembelihan.
"Kami juga mikirin kapan sapi itu harus didatangkan di Jakarta supaya enggak terlalu lama harus memberi makan dan sediakan tempat. Kami juga jaga biar sapi yang besar-besar itu tetap sehat, enggak patah kakinya atau apa di perjalanan," ujarnya sambil mengisap rokok.
Dia membeberkan bahwa mengurus sapi hidup jauh lebih boros daripada kambing. Haryanto butuh 60 karung rumput setiap harinya untuk memberi makan para sapi. Setiap karungnya dibeli Rp25 ribu.
Haryanto juga merogoh kocek Rp5 juta untuk membangun kandang, belum lagi ongkos kirim se-Jabodetabek. Namun dia tak ingin membuka berapa total modal yang harus dia keluarkan untuk berbisnis di musim ini.
"Kalau kambing kan yang beli bisa bawa sendiri-sendiri. Makan juga enggak sebanyak sapi," lanjut pria asli Kebon Kacang ini.
Tahun ini, Haryanto telah menjual habis 56 sapi biasa dan delapan sapi dengan ukuran hingga 1 ton. Ia menyebut angka itu termasuk relatif stabil jika dibanding dengan penjualan kambing yang lesu.
"Kambing saya jual 150 ekor. Biasanya bisa sampai 250-300an ekor. Sekarang belum laku enam ekor. Ya ini turunnya sekitar 50 persen," ujarnya.
Jika keenam ekor tersebut belum juga laku hingga Lebaran berakhir, Haryanto berniat mengembalikannya ke rekan bisnis di Wonosobo. Sayangnya, dia enggan membuka berapa jumlah keuntungan yang sudah dikantonginya hingga Lebaran hari pertama.
Meski sulit, dia mengaku pasti akan berjualan hewan kurban lagi tahun depan. Sama dengan kebanyakan penjual lainnya di Tanah Abang, Haryanto merasa bisnis musiman ini adalah budaya turun temurun di tengah masyarakat Tanah Abang. Ia sendiri sudah berjualan selama 12 tahun di setiap musim kurban.