Jakarta, CNN Indonesia -- Bursa Efek Indonesia (BEI) berpotensi melakukan penghapusan pencatatan secara paksa
(force delisting) terhadap empat emiten yang belum menyerahkan laporan keuangan hingga pertengahan tahun ini.
Direktur Utama BEI Tito Sulistio mengatakan, dua dari empat emiten itu masih memiliki peluang untuk selamat setelah diberikan peringatan oleh Bursa. Pasalnya, BEI bersedia memberikan waktu lebih untuk emiten yang masih berupaya melakukan kewajibannya.
"Kami sudah bilang, Anda mau bereskan ini tidak? Kalau perusahaan itu bilang kasih waktu, kami akan berkomitmen, kami
ikutin lah," ucap Tito, Kamis (14/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Tito masih enggan menyebut nama maupun sektor dari emiten yang masuk dalam fokus BEI tersebut. Nantinya, ia akan mengumumkan hal itu dalam waktu dekat.
"Saya tidak mau bilang, karena ada investor mayoritas, kasian," sambung Tito.
Ia menambahkan, dua emiten yang telah diberikan peringatan itu akan menghadap BEI pekan depan. Yang pasti, kata Tito, emiten yang memiliki potensi
force delisting ini tidak memiliki niat baik untuk menunaikan kewajibannya bila dibandingkan dengan emiten lain yang juga belum mengumpulkan laporan keuangan.
Berdasarkan pantauan yang dilakukan BEI hingga 29 Juli 2017, ada 16 emiten yag belum menyampaikan laporan keuangan per kuartal I 2017 dan/atau belum melakukan pembayaran denda atas keterlambatan penyampaian laporan keuangan.
Beberapa emiten tersebut, misalnya PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN), PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU), PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL), PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), dan PT Eterindo Wahanatama Tbk (ETWA).
Sementara itu, Tito menyebut jumlah emiten yang belum memenuhi
free float semakin sedikit. Bila merujuk pantauan Bursa per 30 Juni, ada empat emiten yang belum memenuhi
free float.Empat emiten tersebut, diantaranya PT Keramika Indonesia Asosiasi Tbk (KIAS), PT Trikomsel Oke Tbk (TRIO), PT Grahamas Citrawisata Tbk (GMCW), dan PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk (SQBI).