Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak mentah menguat pada penutupan perdagangan Senin (25/9) karena sinyal penurunan produksi dari Turki. Bahkan, harga minyak menyentuh harga tertinggi sejak lebih dari dua tahun belakangan.
Tercatat, harga minyak mentah Brent untuk pengiriman November, naik US$1,51 per barel atau meningkat hingga 2,5 persen menjadi US$58,37 per barel. Ini merupakan yang tertinggi sejak Juli 2015 lalu.
Begitu pula dengan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November, meningkat US$1,02 per barel atau 2,0 persen menjadi US$51,68 per barel. Capaian ini tercatat hampir mendekati tingkat tertinggi pada bulan Mei lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu semua didorong oleh ide bahwa potongan produksi mulai bekerja dan penyeimbangan sedang berlangsung," kata Gene McGillian, Direktur Riset Pasar di Tradition Energy, New York, seperti dikutip dari
Reuters, Selasa (26/9).
Pemerintah Turki mengatakan bakal mengurangi produksi dan distribusi arus minyak ke wilayah Kurdistan Irak menuju pelabuhannya. Hal ini dapat dilakukan dengan memotong pipa yang membawa minyak dari Irak bagian utara ke pasar global.
Sentimen itu langsung memberi tekanan keterbatasan pasokan minyak ke wilayah otonom Kurdistan selama referendum kemerdekaan. Namun, pemerintah Irak rupanya tak mengakui referendum tersebut dan meminta negara-negara asing untuk menghentikan impor minyak mentah dari Kurdistan.
"Jika permintaan boikot ini terbukti berhasil, maka 500 ribu barel minyak mentah per hari akan sampai ke pasar," kata Commerzbank dalam sebuah catatan.
Sementara, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) dan beberapa produsen minyak lain, seperti Rusia, memang telah mengurangi produksi minyak mereka.
Tercatat, jumlah produksi OPEC dan Rusia, setidaknya hanya 1,8 juta barel per hari (bph) sejak awal tahun ini. Adapun angka produksi tersebut sejalan dengan kenaikan harga minyak mentah sekitar 15 persen di pasar global dalam tiga bulan terakhir.
Menteri Perminyakan Kuwait Essam al-Marzouq, yang memimpin pertemuan pada Jumat lalu di Wina mengatakan, penurunan produksi membantu mengurangi persediaan minyak mentah global.
Setidaknya, persediaan turun sampai produksi lebih rendah dari hasil rata-rata dari lima tahun terakhir, sesuai target OPEC. Adapun keputusan dari OPEC tersebut merupakan hal yang mutlak dilakukan para anggotanya.
(gir)