Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak mentah melemah lebih dari satu persen pada penutupan perdagangan Kamis (19/10). Pelemahan terjadi lantaran para pelaku pasar melakukan aksi ambil untung setelah dalam dua pekan harga minyak terus menguat.
Dikutip dari
Reuters, aksi ambil untung sendiri dipicu oleh ketegangan di Timur Tengah dan peningkatan produksi Amerika Serikat (AS).
Harga minyak mentah Brent naik US$0,92 sen atau 1,6 persen menjadi US$57,23 per barel. Namun, harga ini masih lebih tinggi sekitar 30 persen dari penurunan pada pertengahan tahun ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara harga minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) naik US$0,75 atau 1,4 persen menjadi US$51,29 per barel. Harga ini pun masih lebih tinggi sekitar 25 persen dari tingkat terendah pada bulan Juni.
Kekhawatiran pasar akan ketegangan di Timur Tengah, mulai berkurang. Sebab, pemerintah Irak telah mengambil alih kekuasaan di kawasan Kurdi, termasuk akses ladang minyak di Kirkuk. Sehingga, diperkirakan produksi minyak Irak bisa kembali lancar.
Chevron Corp. mengaku, untuk sementara ini menangguhkan kegiatan pengeboran minyak dan gas di Kurdistan, Irak.
"Risiko geopolitik yang masuk ke pasar mulai keluar," kata John Kilduff, analis Again Capital LLC.
Lalu, Badan Administrasi Informasi Energi (Energy Information Administration/EIA) mencatat, persediaan bensin meningkat 908 ribu barel dan pasokan penyulingan naik menjadi 134,5 juta barel.
Kemudian, ada sentimen dari penolakan Presiden AS Donald Trump untuk mengesahkan peraturan Iran atas kesepakatan nuklir. Hal ini membuat kongres AS memutus tindakan lebih lanjut terhadap Teheran.
Analis menilai, harga minyak dunia bisa kembali meningkat bila Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) dan Rusia kembali membatasi produksi minyak mentah.
(gir)