ANALISIS

Tarif Listrik, Siasat Jonan dan Upaya Selamatkan PLN

Agustiyanti | CNN Indonesia
Jumat, 10 Nov 2017 17:30 WIB
Rencana Menteri Ignatius Jonan untuk menghapus golongan listrik 4.400 KV dinilai sebagai dalih untuk menaikkan tarif listrik dan menyelamatkan PLN.
Rencana Menteri Ignatius Jonan untuk menghapus golongan listrik 4.400 KV dinilai sebagai dalih untuk menaikkan tarif listrik dan menyelamatkan PLN. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyebut, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) bakal menghapus sebagian besar kelas golongan pelanggan listrik Rumah Tangga (RT) bagi penerima nonsubsidi hingga hanya tersisa golongan 4.400 VA dan 13.200 VA. Namun, PLN menyebut, pemerintah bukan ingin menghapus golongan listrik 4.400 VA ke bawah, melainkan hanya ingin menyeragamkan tarif.

PLN beralasan, penyeragaman tarif lebih mudah dilakukan karena kapasitas listrik di masing-masing rumah tangga berbeda sehingga penyeragaman golongan sulit dilakukan.

Terlepas dari opsi apa yang akan dipilih, satu hal yang pasti adalah tarif listrik golongan 900 VA untuk pelanggan nonsubsidi akan mengalami kenaikan. Pasalnya, saat ini, hanya terdapat dua tarif listrik bagi pelanggan nonsubsidi, yakni Rp1.352 per Kilowatt-hour (kWh) untuk pelanggan RT golongan 900 VA dan Rp1.467,28 per Kwh untuk pelanggan dengan batas daya 1.300 VA.
Tarif dasar listrik rumah tangga.Tarif Dasar Listrik Rumah Tangga. (CNN Indonesia/Asfahan Yahsyi)

Ekonom Institute for Economic Development (INDEF) Bima Yudistira menilai penyeragaman golongan ataupun tarif hanyalah dalih pemerintah untuk menaikkan tarif listrik bagi pelanggan 900 VA nonsubsidi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini saya lihat sebenarnya kedok pemerintah untuk menaikan tarif listrik," ujar Bima kepada CNNIndonesia.com.

Pemerintah sebelumnya berencana menaikkan tarif listrik bagi pelanggan PLN nonsubsidi pada pertengahan tahun ini. Namun, melihat kondisi ekonomi dan respons masyarakat, pemerintah kemudian membatalkan rencana tersebut dan memastikan tak akan ada kenaikan tarif hingga akhir tahun ini.

Kondisi ini kemudian berpengaruh pada kinerja PLN. Hingga kuartal III, laba PLN anjlok 72 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp3,06 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan sempat was-was dengan kemampuan PLN dalam membayar utang hingga menyurati Jonan dan Menteri BUMN Rini Soemarno.

"Jadi PLN memang berada dalam sebuat dilema, ditekan pemerintah untuk terus membangun infrastruktur, tapi dananya semakin terbatas (dengan tidak menaikkan tarif listrik) dan utangnya juga membengkak. Akhirnya masyarakat ujungnya yang akan dikorbankan dengan berbagai alibi untuk menaikan tarif listrik," terang dia.

Bima pun menilai kebijakan penyesuaian tarif tersebut kurang tepat dilakukan saat ini karena dapat memukul daya beli kelas menengah. Pasalnya, penyesuaian tarif kendati hanya dilakukan pada golongan 900 VA dapat mengerek inflasi.

Dampak penyesuaian tarif listrik terhadap inflasi sendiri sudah terlihat pada awal tahun ini. Pemerintah melakukan penyesuaian tarif listrik pada 13 golongam termasuk pada 18,9 juta rumah tangga golongan 900 VA. Kenaikan tarif ini kemudian sempat berdampak pada inflasi.

Seiring rencana pemerintah terkait golongan listrik tersebut, inflasi tahun depan yang ditargetkan di kisaran 3,5 persen, kemungkinan akan berada diatas 4 persen hingga 4,5 persen jika kebijakan integrasi tarif listrik tersebut benar dilakukan.


"Imbasnya nanti pendapatan masyarakat makin tergerus untuk bayar listrik. Ritel makin sepi dan ekonomi saya khawatirkan tumbuh di bawah 5 persen dan konsumsi di bawah 4 persen," jelas Bima.

Managing Director Nielsen Indonesia Agus Nurudin menyebut, kenaikan biaya listrik menjadi salah satu komponen yang memicu pelemahan daya beli pada masyarakat kelompok menengah ke bawah. Akibatnya, konsumsi masyarakat tersebut pada barang-barang konsumsi kemasan maupun ritel lainnya.

"Tiga pengeluara masyarakat yang mengalami kenaikan signifikan di tahun ini, ada pendidikan, listrik, dan leisure," terang dia.

Akibatnya, industri barang konsumsi kemasan (Fast Moving Consumer Good/FMCG) sepanjang tahun ini (year to date), menurut Survei Nielsen hanya tumbuh 2,7 persen. Padahal rata-rata pertumbuhan industri tersebut mencapai 11 persen dalam lima tahun terakhir.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengaku belum paham sepenuhnya terkait rencana pemerintah untuk menyederhanakan tarif listrik. Namun, Ia berharap penyederhanaan tarif ini tidak menjadi instrumen terselubung bagi pemerintah untuk menaikkan tarif listik.

"Seharusnya penyederhanaan tarif ini berdampak pada tarif yang lebih efisien. Bukan sebaliknya, penyederhanaan tarif ini malah menjadi kedok untuk menaikkan tarif listrik secara terselubung," terang dia. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER