Harga Minyak 'Keok' 2 Persen Terpukul Produksi AS

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Rabu, 15 Nov 2017 08:21 WIB
Harga minyak mentah dunia turun sekitar dua persen pada penutupan perdagangan Selasa (14/11), karena terpengaruh meningkatnya produksi minyak Amerika Serikat.
Harga minyak mentah dunia turun sekitar dua persen pada penutupan perdagangan Selasa (14/11), karena terpengaruh meningkatnya produksi minyak Amerika Serikat. (Dok. Pertamina).
Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak mentah dunia turun sekitar dua persen pada penutupan perdagangan Selasa (14/11), karena terpengaruh meningkatnya produksi minyak Amerika Serikat (AS).

Pemerintah AS menyebut, produksi minyak mentah meningkat sekitar 14 persen ke angka 9,62 juta barel per hari (bph) sejak pertengahan 2016. Kenaikan diproyeksi akan kembali berlanjut sampai Desember mendatang dengan rata-rata sebesar 80 ribu barel per hari (bph).

Dikutip dari Reuters, harga minyak mentah Brent turun US$1,24 per barel atau 2,0 persen menjadi US$61,29 per barel. Sedangkan harga minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) turun US$1,16 per barel atau 02,0 persen menjadi US$55,6 per barel.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Para analis mengatakan, penurunan tersebut membuat para pengusaha cukup gugup dalam menjual minyak mereka dalam jangka pendek. Sebab, harga minyak jatuh cukup drastis, terutama Brent. Padahal, dalam dua pekan terakhir mampu mencetak rekor terbaru sejak Juni 2015.

Kendati demikian, analis melihat para pengusaha masih terus menanti lampu hijau dari perpanjangan pembatasan produksi minyak oleh Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) dan Rusia, yang sepanjang tahun ini ampuh mengurangi kelebihan pasokan dan mengangkat harga.

Sentimen lain yang turut mewarnai penurunan harga minyak, yaitu rilis data permintaan minyak dari Badan Energi Internasional (International Energy Agency/IEA).

Tak seperti OPEC yang optimis permintaan pasokan minyak akan meningkat sehingga mampu mendorong harga. IEA justru memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan minyak sekitar 100 ribu bph pada tahun ini.

Alhasil, permintaan minyak tahun ini hanya berakhir di angka 1,5 juta bph. Sedangkan tahun depan kembali menurun ke angka 1,3 juta bph.

Asumsi IEA berasal dari suhu dunia yang lebih hangat, sehingga akan mendorong penurunan konsumsi. Sementara di sisi lain, ada peningkatan produksi dari beberapa negara produsen, sehingga akan membuat pasokan minyak meningkat tajam pada paruh pertama 2018.


"IEA mengurangi perkiraan pertumbuhan permintaan minyak untuk tahun ini dan tahun berikutnya. Ini telah mengurangi beberapa sentimen bullish yang berlaku di pasar," ujar Abhishek Kumar, Analis Energi Senior di Global Gas Analytics Interfax Energy di London.

Selain itu, sentimen penekanan harga minyak juga datang dari aksi jual komoditas global yang dipimpin oeh logam dasar, seperti nikel dan tembaga. Hal ini dipicu oleh data ekonomi China yang lebih lemah dari perkiraan.

(lav/lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER