Per November, Ekspor Nikel Baru 13,4 Persen dari Rekomendasi

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Rabu, 27 Des 2017 15:23 WIB
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi ekspor nikel hingga akhir November 2017 baru mencapai 3,08 juta wet metric ton (WMT).
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi ekspor nikel hingga akhir November 2017 baru mencapai 3,08 juta wet metric ton (WMT). (REUTERS/Yusuf Ahmad).
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi ekspor nikel hingga akhir November 2017 baru mencapai 3,08 juta wet metric ton (WMT). Angka itu hanya tercatat sekitar 13,4 persen dari total rekomendasi ekspor nikel yang dikeluarkan pemerintah hingga akhir November 2017, yakni 22,98 juta WMT.

"Memang tidak mudah (merealisasikan ekspor)," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Bambang Gatot dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (27/12).

Bambang mengungkapkan, masih minimnya realisasi ekspor disebabkan karena aspek teknis, misalnya dari kegiatan pertambangan. Selain itu, dari aspek lingkungan, pemerintah juga semakin ketat dalam pengawasan kepatuhan perusahaan.

Realisasi ekspor tersebut dilakukan oleh enam dari 16 perusahaan yang mendapatkan rekomendasi ekspor dari pemerintah. Sementara itu, 10 perusahaan lainnya tidak memanfaatkan rekomendasi izin ekspor.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ekspor terbesar dilakuan oleh PT Aneka Tambang Tbk sebesar 1,86 juta WMT atau 68,38 persen dari rekomendasi 2,71 juta WMT. Kemudian, PT Fajar Bhakti Lintas Nusantara mengekor dengan ekspor sebesar 747,47 ribu WMT, PT Ceria Nugraha Indotama 222,63 ribu WMT, PT Trimegah Bangun Persada 105,95 ribu WMT, PT Gane Permai Sentosa 73,75 ribu WMT, dan PT Mulia Pacific Resources 71,25 ribu WMT.

Kegiatan ekspor tersebut menyetorkan sejumlah penerimaan negara. Terdiri dari, royalti sebesar Rp80,83 miliar, bea keluar Rp106,96 miliar, dan Pajak Penghasilan (PPh) 22 sebesar Rp24,75 miliar.

Bambang mengungkapkan, pemerintah tidak memaksa perusahaan untuk melakukan ekspor sesuai rekomendasi yang diberikan. Hanya saja, Bambang mengingatkan jika masa berlaku rekomendasi ekspor habis, perusahaan harus mengajukan izin untuk mendapatkan rekomendasi kembali.

Rekomendasi yang berlaku selama enam bulan sejak izin dikeluarkan itu baru akan diberikan pemerintah dengan mempertimbangkan hasil verifikasi kemajuan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) sesuai rencana yang disampaikan perusahaan. (lav/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER