Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meramal, usaha ritel di tahun 2018 akan marak dengan penggabungan antara toko ritel dengan fasilitas yang bersifat mengisi waktu luang (
leisure).
Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengatakan, langkah ini diambil pengusaha seiring kebutuhan masyarakat akan
leisure economy yang semakin meningkat.
Menurut dia, saat ini orang pergi ke luar rumah tak hanya untuk belanja kebutuhan, tetapi ingin merasakan pengalaman berbelanja.
Dalam hal ini, Ia memberi contoh
supermarket yang kini mulai melengkapi gerainya dengan toko kopi hingga wahana permainan anak-anak. Setiap gerai ritel mungkin menjual produk yang sama, tetapi masing-masing usaha menawarkan pengalaman yang berbeda-beda.
“Karena perkembangan ekonomi, maka masyarakat semakin membutuhkan
leisure. Maka dari itu, peritel juga berupaya agar memasukkan unsur
leisure ini ke dalam shopping,” jelas Roy kepada
CNNIndonesia.com, Jumat (12/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, masih ada kemungkinan sebagian gerai-gerai ritel yang sudah ada (
existing) akan ditutup di tahun ini.
Bukan karena bangkrut, namun pengusaha akan merelokasi gerainya ke tempat yang lebih luas agar bisa membangun sarana
leisure tambahan. Tak hanya itu, pengusaha juga tentu berniat mencari pasar baru yang memiliki konsumen potensial.
Sayangnya, ia tak menyebut jumlah gerai yang akan mengganti konsep ritelnya menjadi
leisure di tahun ini. Namun, ia mengatakan bahwa salah satu anggota Aprindo yakni Transmart yang dikelola PT Trans Retail Indonesia sudah melakukan aksi tersebut terlebih dulu.
“Saat ini memang ritel harus berinovasi mengikuti perkembangan zaman. Dua atau tiga tahun lalu, mungkin kondisi seperti ini belum terpikirkan,” jelas dia.
Ia juga berharap, perubahan konsep ritel ini bisa membawa pertumbuhan sektor ritel mencapi angka 9 hingga 10 persen secara tahunan (
year-on-year) seperti tahun 2016 silam.
Selain itu, momen Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak, serta tidak berubahnya harga listrik Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik, dinilai bisa menjadi sentimen positif bagi pertumbuhan sektor ritel tahun ini.
“Kami harapkan tahun ini ada perbaikan daya beli karena pemerintah menahan harga energi dan momen Pilkada. Jika tahun lalu angka pertumbuhannya di angka 7,5 persen hingga 8 persen, di tahun ini kami harap angkanya bisa mencapai 10 persen,” pungkas Roy.
Sebelumnya, berdasarkan survei Nielsen di tahun 2017, pertumbuhan konsumsi akan
leisure dan gaya hidup meningkat 25 persen di kelompok berpendapatan tinggi, 24 persen di kelompok berpendapatan rendah, dan 34 persen di kelompok berpendapatan menengah.
Angka ini lebih tinggi dibanding pertumbuhan konsumsi produk industri barang konsumsi kemasan (Fast Moving Consumer Good/FMCG) yang hanya 2 persen hingga 5 persen di periode yang sama.
(gir/bir)