Bappenas Sebut Proyek Infrastruktur Melambat Usai Orde Baru

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Kamis, 18 Jan 2018 17:24 WIB
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencatat, pembangunan infrastruktur di Indonesia melambat selepas masa orde baru (orba).
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencatat, pembangunan infrastruktur di Indonesia melambat selepas masa orde baru (orba). (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencatat, pembangunan infrastruktur di Indonesia melambat selepas rezim orde baru (orba) yang dipimpin oleh Soeharto.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang P.S Brodjoegoro mengatakan, hal ini terlihat dari kontribusi ketersediaan infrastruktur ke Produk Domestik Bruto (PDB).

Tercatat, stok infrastruktur terhadap PDB pada 2012 sebesar 38 persen terhadap PDB. Posisi ini menurut Bambang tak banyak berubah sampai tahun ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di jaman orde baru sebelum krisis 1998, posisi stok infrastruktur terhadap PDB pernah 49 persen, hampir separuh dari PDB negara," ujar Bambang di perhelatan PINA Day 2018, Kamis (18/1).


Selain itu, kontribusi pembangunan infrastruktur saat ini juga tertinggal dari negara lain. Sebab, ia mencatat, rata-rata stok infrastruktur global ada di kisaran 70 persen dari PDB masing-masing negara.

"Jepang itu di atas 100 persen, lebih besar dari PDB-nya. China sudah hampir 80 persen. Amerika sekitar 75-76 persen," katanya.

Untuk itu, meningkatkan pembangunan infrastruktur sangat perlu dilakukan pemerintah. Sebab, infrastruktur tak hanya berdampak langsung sebagai penunjang aktivitas masyarakat, namun lebih jauh turut membangun ekonomi.

Tantangannya, kata Bambang, tinggal bagaimana Indonesia bisa memperoleh sumber-sumber pendanaan baru untuk infrastruktur.


Sebab, ia mencatat, sekitar 41,3 persen proyek infrastruktur masih mengandalkan suntikan dari APBN. Nilainya sebesar Rp1.969,6 triliun dari total kebutuhan Rp4.769 triliun.

"Sedangkan kontribusi dari BUMN baru sekitar 22,2 persen dan partisipasi swasta sekitar 36,5 persen," terangnya.

Oleh karenanya, dibutuhkan skema-skema pembiayaan yang segar dan menguntungkan untuk menarik dana yang lebih banyak dari investor, khususnya swasta. (gir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER