Jakarta, CNN Indonesia -- Bayang-bayang pertumbuhan harga komoditas batu bara akhir-akhir ini masih menjadi sentimen positif bagi beberapa emiten tambang batu bara, khususnya PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dan PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM).
Maklum, harga saham dua emiten tersebut masih terbilang murah dibandingkan dengan emiten tambang lainnya yang sudah melonjak seiring dengan kenaikan harga batu bara beberapa waktu terakhir.
Analis Danpac Sekuritas, Harry Wijaya menjelaskan, harga saham Bumi Resources masih memiliki peluang untuk mencapai ke level Rp500 per saham. Artinya, bila melihat harga saham perusahaan yang masih berada di level Rp338 per saham pada akhir pekan lalu, Jumat (26/1), maka masih bisa naik sekitar 47,92 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bumi Resources ini masih bisa
upsize banyak, jadi pelaku pasar bisa masuk," terang Harry kepada
CNNIndonesia.com, Senin (29/1).
Belum lagi, kinerja Bumi Resources semakin membaik pasca restrukturisasi utang tahun 2017 melalui skema obligasi wajib konversi (OWK) dan penerbitan saham baru melalui dengan hak memesan efek terlebih dahulu (rights issue).
"Setelah restrukturisasi utang itu kan utang perusahaan jadi berkurang, jadi kinerja bagus," kata Harry.
Utang perusahaan pun berkurang dari semula yang mencapai US$4,2 miliar menjadi US$1,6 miliar. Dengan kata lain, restrukturisasi tersebut mengurangi utang perusahaan sebesar 61 persen.
"Jadi tinggal dilihat kinerja keuangan akhir tahun 2017, apalagi harga batu bara naik sehingga tidak ada alasan kinerjanya turun," papar Harry.
Jika merujuk pada laporan keuangan kuartal III 2017, pendapatan perusahaan sebenarnya masih turun tipis 3,92 persen menjadi US$17,36 juta. Namun, laba bersih perusahaan melonjak 261,18 persen menjadi US$263,83 juta.
Sementara itu, prospek bisnis Trada Alam Minera atau sebelumnya bernama Trada Maritime yang diramalkan lebih baik setelah mengalihkan bisnisnya ke sektor tambang.
"Harga saham terakhir berada di level Rp300 an per saham. Ini akan berlanjut naik karena harga batu bara lagi bagus," ucap Harry.
Seperti diketahui, harga batu bara kian melejit pada awal tahu 2018. Harry menyebut, harga batu bara stabil di level US$100 per metrik ton.
Melihat kondisi tersebut, Harry optimis kinerja perusahaan akan berubah 180 derajat menjadi positif dari posisi kuartal III 2017 yang masih membukukan rugi bersih.
Tercatat, Trada Alam Minera merugi sebesar US$7,81 juta. Hal ini juga disebabkan oleh penurunan pendapatan sebesar 29,77 persen menjadi US$16,13 juta.
 (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Namun begitu, potensi kenaikan saham kedua emiten tersebut tidak secara otomatis akan membuat indeks sektor pertambangan kembali memimpin pergerakan indeks sektoral pekan ini.
Sepanjang pekan lalu, indeks sektor pertambangan melompat 7,67 persen menjadi 1.989,024. Pertumbuhan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pekan sebelumnya yang naik 4,74 persen.
"Bisa saja Bumi Resources dan Trada Alam Minera naik tapi saham emiten tambang lainnya turun, jadi belum tentu mempengaruhi indeks sektor tambang juga," ungkap Harry.
Pelaku Pasar Masih Lirik TelkomSelain emiten tambang, sejumlah analis juga merekomendasikan saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk atau Telkom pada pekan ini. Harga saham emiten berkode TLKM ini berakhir di level Rp4.150 per saham akhir pekan lalu.
"Telkom ini sudah turun cukup jauh, sekarang sudah kembali ke level Rp4.000 per saham," kata analis Mega Capital Indonesia, Fikri Syaryadi.
Fikri berpendapat, harga saham Telkom mulai kembali pada tren kenaikannya. Pasalnya, harga saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut sempat turun ke level Rp3.970 per saham pada Kamis (25/1) kemarin.
Di sisi lain, analis Binaartha Sekuritas, Muhammad Nafan Aji Gusta Utama mengungkapkan, valuasi saham Telkom masih termasuk murah. Sehingga, pelaku pasar bisa tetap melakukan aksi beli pada saham emiten berkapitalisasi besar (big capitalization/big cap) ketika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus-menerus mencetak rekor baru.
"Secara teknikal masih dianggap murah, sehingga mengalami technical rebound (bangkit secara teknikal) ketika harga saham turun sebelumnya," papar Nafan.
Untuk mengukur valuasi harga saham, salah satunya bisa melihat dari sisi price earning ratio (PER). Data RTI Infokom, posisi PER Telkom pada akhir pekan lalu, yakni 17,51 kali.
Umumnya, PER akan dijadikan patokan oleh pelaku pasar dalam menentukan harga wajar suatu saham. Secara sederhana, PER merupakan perbandingan harga saham dengan laba bersih perusahaan itu sendiri.
(gir/bir)