Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (DJKN Kemenkeu) akan segera mengasuransikan aset atau Barang Milik Negara (BMN). Hingga semester I 2017, total nilai BMN mencapai Rp2.183 triliun.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatawarta mengatakan, asuransi menjadi penting agar pemerintah bisa menjaga nilai dari BMN yang dimiliki. Pemerintah pun menyadari Indonesia merupakan negara yang rentan akan berbagai bencana, sehingga perlindungan kepada BMN menjadi hal yang diperlukan.
Saat ini, menurut dia, pemerintah juga sudah membuat landasan hukum yang mengatur bahwa BMN harus diasuransikan. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara dan Daerah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di samping itu, ada pula aturan hukum berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 247/PMK.06/2016 tentang Pengasuransian Barang Milik Negara. Untuk itu, langkah pengasuransian BMN menjadi mutlak dilakukan sesegera mungkin.
"Selain itu kami juga sudah lakukan studi, sehingga kami melihat memang perlu untuk mengasuransikan kekayaan negara," ucap Isa, Kamis (1/2).
Kendati begitu, Isa melihat, kebijakan ini tak bisa dieksekusi dalam waktu singkat. Pasalnya, dengan nilai BMN yang sangat besar saat ini, pemerintah tak bisa langsung mengalokasikan pembayaran premi seluruh BMN dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Belum lagi, nilai BMN yang saat ini tercatat baru mewakili sekitar 38 persen dari potensi yang ada, sehingga pada waktu ke depan, nilainya diestimasi bisa meningkat hingga tiga kali lipat.
"Makanya kalau mau diasuransikan, kami buat program, mana yang akan diasuransikan lebih dulu. APBN tidak mungkin dipakai tanpa perencanaan yang jelas, meski untuk asuransi kekayaan negara," tekannya.
Untuk itu, Isa bilang, pemerintah akan lebih dulu mendata seluruh BMN. Kemudian, menentukan BMN mana saja yang lebih dulu diasuransikan, sembari mengukur kesiapan aliran APBN untuk asuransi ini.
Di saat yang bersamaan, DJKN Kemenkeu menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), dan para pelaku asuransi untuk mmbuat peta konsep dari program asuransi BMN ini.
"Intinya, kebijakan ini besar, yang manfaatnya tidak hanya kepada negara, tetapi juga ke industri. Tapi membutuhkan kerja keras dari kedua pihak," pungkasnya.
Secara terpisah, Direktur BMN DJKN Kemenkeu Encep Sudarwan memperkirakan, proses asuransi akan dilakukan pada tahun depan. Sebab, pemerintah tengah mengejar target agar persiapan untuk asuransi BMN ini bisa rampung pada tahun ini.
"Jadi masuk anggaran tahun depan (APBN 2019)," kata Encep.
Sebagai gambaran, dari jumlah BMN per semester I 2017, porsi terbesar berupa tanah milik pemerintah yang mencapai 46,4 persen dari total nilai BMN. Kemudian, jalan, irigasi, dan jaringan sebesar 16,2 persen, gedung dan bangunan 9,1 persen, peralatan dan mesin 8,3 persen, aset kemitraan dengan pihak ketiga 6,1 persen, serta konstruksi dalam pengerjaan 5,4 persen.
Sisanya, aset persediaan 3,8 persen, aset tetap lainnya 2,5 persen, penghentian aset dari penggunaan operasional 1,5 persen, dan aset tak berwujud 0,8 persen.
(gir/bir)