Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pusat Statsitik (BPS) batal menerbitkan data perdagangan elektronik
(e-commerce) sesuai jadwal, yakni pada bulan Februari ini. Pasalnya, hingga saat ini, pelaku usaha
e-commerce masih belum menyerahkan data utama, yakni nilai omzet dan transaksinya.
Kepala BPS Suhariyanto mengaku tidak tahu al asan data tersebut belum diserahkan ke BPS. Padahal, hasil olahan data itu tidak hanya penting bagi pemerintah, namun juga bagi pelaku usaha itu sendiri.
Dengan mengetahui dana omzet dan nilai transaksi
e-commerce, BPS bisa menganalisis fenomena pergeseran preferensi konsumsi masyarakat dari barang menjadi kebutuhan berbasis mengisi waktu luang
(leisure). Dengan demikian, nantinya pelaku usaha bisa dengan mudah merancang strategi korporasi mengenai jenis barang yang tengah diminati masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang kami mau adalah total omzet dan transaksi. Nanti kan kami bisa tahu jenis barang apa saja yang diminati oleh konsumen itu. Kalau dilihat sekarang itu kan barang-barang yang berkaitan dengan
traveling dan kalau barang mungkin handphone dan jam tangan. Tapi kan tren tidak akan ke sana terus, kami perlu meneliti pergeseran preferensi konsumen ini," ujar Suhariyanto di Gedung BPS, Rabu (14/2).
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, BPS mengatakan masih terus melakukan sosialisasi dengan pelaku usaha. Menurutnya, tantangan besar ini cukup wajar, lantaran pendataan ini merupakan pertama kalinya di Indonesia.
Adapun sejauh ini, instansinya baru menerima daftar perusahaan
e-commerce dari asosiasi
e-commerce Indonesia (idEA). "Pokoknya masih banyak yang perlu diakukan, kami perlu sosialisasi," ungkap dia.
Seiring belum masuknya data utama tersebut, Suhariyanto masih belum tahu kapan data
e-commerce ini akhirnya bisa diterbitkan BPS. Namun, ia berharap, pendataan tersebut bisa rampung tahun ini.
"Kami sih belum ada rencana publish dan segala macam. Yang kami ingin dari awal, kalau kami bisa menangkap data, ini bisa untuk meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi. Soal penjualannya saja sih sudah terlihat di pertumbuhan ekonomi, cuma waktu penjualannya dulu
offline sekarang online. Nah, behaviour ini perlu diteliti lebih dalam," ujarnya.
Sebelumnya, BPS berencana mulai mengumpulkan
data e-commerce pada pekan pertama atau kedua Januari 2018. Data tersebut rencananya bakal dipublikasikan pada Februari 2018.
Data yang bakal direkam BPS, antara lain, mencakup transaksi, omzet, teknologi, investasi luar dan dalam negeri, serta metode pembayaran.
BPS rencananya bakal mengklasifikasikan
e-commerce dalam sembilan kategori, antara lain,
marketplace, transportasi, logistik, pembayaran, dan perusahaan investasi. Adapun data yang akan dikumpulkan rencananya akan berasal dari anggota idEA yang berjumlah 320 pelaku bisnis.
Data yang diambil nantinya berdasarkan rentang waktu per kuartal untuk tahun 2015 dan 2016, serta per bulan untuk tahun 2017. Tahun data yang diambil tersebut, menurut Kepala BPS Suhariyanto, lantaran
e-commerce bakal kesulitan jika di minta data sebelum 2015. Proses pengumpulan data
e-commerce sendiri, menurut dia, akan bertahap.
(agi/agi)