Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi menawarkan sukuk ritel (sukri) seri SR-010 yang dimulai sejak hari ini hingga 16 Maret 2018 mendatang. Sukri ini akan ditawarkan dengan imbal hasil 5,9 persen per tahun dengan minimum pemesanan Rp5 juta dan maksimum Rp5 miliar.
Setelah ditawarkan sukri ini akan diterbitkan 21 Maret 2018 mendatang dengan masa jatuh tempo tiga tahun. Sukri ini bisa dipesan melalui 22 agen yang bekerja sama dengan Kemenkeu.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan, imbal hasil sukri ini lebih rendah dibanding seri sebelumnya, SR-009, yakni 6,9 persen. Meski demikian, ia masih yakin imbal hasil ini cukup kompetitif dengan melihat kondisi pasar sekunder.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami menimbang dan berpatokan ke pasar sekunder dan alternatif investasi lainnya. Kami harap imbal hasilnya masih kompetitif," jelas Luky di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jumat (23/2).
Selain itu, pemerintah juga enggan memasang target indikatif dalam penerbitan sukri seri terbaru ini. Pemerintah hanya akan melihat perkembangan dari permintaan saja dan tidak mau terpaku dengan target semata.
Sekadar informasi, permintaan sukri dan Obligasi Ritel Indonesia (ORI) selalu tak mencapai target indikatifnya sepanjang tahun lalu. Hal ini dikarenakan imbal hasilnya makin mengecil.
Sukri seri SR-009, contohnya, hanya mampu menghimpun Rp14,04 triliun atau 70,2 persen dari target indikatifnya Rp20 triliun. Sementara, ORI seri 014 yang diluncurkan September kemarin pun hanya meraup Rp8,9 triliun atau 44,5 persen dari target indikatif Rp20 triliun.
"Kami tak mau pasang target, ini sesuai permintaan saja. Tapi, kami sudah lakukan studi dengan perbankan dan dapat angka imbal hasil seperti demikian, katanya masih menarik minat," terang dia.
Penerbitan sukri ini merupakan bagian dari penerbitan obligasi ritel negara yang ditargetkan Rp30 trilun di tahun ini atau 3,54 persen dari total penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebanyak Rp846,4 triliun. Selain sukri, guyuran dana diharapkan juga datang dari ORI, sukuk tabungan, dan SBN saving bonds.
"Kami masih ada waktu tiga pekan untuk menawarkan sukri tersebut, sehingga kami harus berupaya meyakinkan investor dalam jangka waktu tersebut," imbuh Luky.
Sekedar informasi, pemerintah membutuhkan pembiayaan sebanyak Rp783,2 triliun di tahun ini yang terdiri dari Rp55,8 triliun pinjaman dan Rp727,4 triliun SBN.
Namun, Angka SBN ini ditambah lagi dengan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) jatuh tempo sebesar Rp119 triliun, sehingga angka total SBN yang diterbitkan pemerintah di tahun ini rencananya mencapai Rp846,4 triliun.
Rencananya, pemerintah melelang Project Based Sukuk (PBS) SBSN sebesar 15 persen hingga 20 persen dari penerbitan SBN bruto. Sehingga, pemerintah berharap bisa mendapatkan Rp126,96 triliun hingga Rp169,2 triliun dari penerbitan obligasi syariah.
(bir)