Jakarta, CNN Indonesia -- Industri bank umum mengaku tak khawatir terhadap ancaman arus modal keluar, meski bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve, mengerek suku bunga acuannya sebanyak 25 basis poin. Bank umum mengklaim masih menikmati banjir likuiditas.
Direktur Utama PT Bank Mayapada International Tbk Harjono Tjahjarijadi melihat kenaikan suku bunga acuan The Fed memang memberi sentimen kepada sektor keuangan Indonesia. Namun, tak serta merta membuat potensi
capital outflow (arus modal keluar) mengalir deras.
Pasalnya, posisi nilai tukar atau kurs rupiah masih lemah dari dolar AS, yaitu di kisaran Rp13.755 per dolar AS pada penutupan perdagangan Kamis (22/3). Hal ini justru bisa membuat dana asing masuk ke dalam negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Rupiah relatif lemah, maka kesempatan bagi para investor asing untuk kembali mengonversi dolar AS ke rupiah dan diinvestasikan ke obligasi rupiah di dalam negeri," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (22/3).
Belum lagi, imbal hasil (yield) dari surat utang di dalam negeri dinilai masih cukup menarik bagi investor asing. Meski, kenaikan suku bunga acuan The Fed berpotensi mengerek kembali
yield surat utang AS (US Treasury) yang bisa menarik dana asing di Indonesia untuk pulang ke Negeri Paman Sam.
Selain itu, ia melihat potensi
capital outflow tidak akan besar lantaran fundamental ekonomi Indonesia yang masih cukup terjaga. Misalnya, terlihat dari tingkat inflasi yang masih di rentang perkiraan pemerintah dan Bank Indonesia (BI).
Sekalipun kenaikan The Fed tetap memicu
capital outflow, kemampuan pendanaan atau likuiditas sektor keuangan Indonesia terbilang baik, sehingga siap menghadapi sentimen tersebut. Hal ini terlihat dari perbandingan volume kredit yang disalurkan bank dengan jumlah penerimaan dana (
Loan to Deposit Ratio/LDR).
"LDR Mayapada kurang lebih 86 persen, itu pun akhir 2017 kemarin karena kami menerbitkan obligasi senilai Rp1 triliun dan rights issue Rp1 triliun, yang keduanya tidak diperhitungkan sebagai dana pihak ketiga," katanya.
Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiatmadja mengatakan tak khawatir dengan potensi
capital outflow karena likuiditas perbankan masih pada tingkat yang aman dan tak berpengaruh besar ke perbankan. Adapun, LDR BCA saat ini berada di kisaran 75-77 persen.
Namun, kekhawatirannya lebih tertuju pada tekanan dolar AS kepada rupiah yang semakin besar. "Rada khawatir kurs dolar terhadap rupiah (terus menguat) dan cadangan bank sentral akan berkurang kalau mau pertahankan kurs," tutur Jahja.
Kemudian, dari sisi bank, kenaikan suku bunga acuan The Fed yang ternyata masih mampu membuat BI menahan suku bunga acuannya di angka 4,25 persen, rupanya tak bisa direspons bank untuk memberi pelonggaran kepada nasabah. Misalnya, dengan memberi kelonggaran suku bunga deposito dan kredit.
"Karena nasabah juga melihat kondisi bunga di luar. Kami tidak berani turunkan lagi bunga deposito. Kami
wait and see dulu," imbuh dia.
Direktur Keuangan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Iman Nugroho Soeko bilang potensi
capital outflow besar akibat sentimen The Fed masih perlu dicermati lebih lanjut dengan melihat kondisi perekonomian domestik dan global, termasuk respons pasar akibat kebijakan The Fed ini.
(bir)