Kenaikan Produksi Minyak Rusia Tekan Harga Minyak Dunia

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Selasa, 03 Apr 2018 06:55 WIB
Harga minyak mentah berjangka Brent turun 2,5 persen menjadi US$67,64 per barel, sedangkan harga minyak mentah WTI turun tiga persen menjadi US$63,01 per barel.
Harga minyak mentah berjangka Brent turun 2,5 persen menjadi US$67,64 per barel, sedangkan harga minyak mentah WTI turun tiga persen menjadi US$63,01 per barel.(ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)
Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak dunia jatuh lebih dari dua persen pada perdagangan Senin (2/4), waktu Amerika Serikat (AS). Hal itu dipicu oleh kenaikan produksi minyak mentah Rusia, ekspektasi terhadap Arab Saudi yang akan memangkas harga minyak mentah yang dikirim ke kawasan Asia, dan memanasnya tensi perdagangan antara China dan AS.

Dilansir dari Reuters, Selasa (3/4), harga minyak mentah berjangka Brent terperosok US$1,7 atau 2,5 persen menjadi US$67,64 per barel, terendah sejak 21 Maret 2018.

Penurunan juga terjadi pada harga minyak mentah AS berjangka, West Texas Intermediate (WTI), sebesar US$1,93 atau tiga persen menjadi US$63,01 per barel, terendah sejak 20 Maret 2018.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan data resmi pemerintah Rusia, produksi minyak Rusia menanjak pada Maret lalu menjadi 10,97 juta bph dari bulan sebelumnya, 10,95 juta bph. Padahal, Rusia bersama dengan negara anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) sepakat untuk memangkas produksi.


Kesepakatan pemangkasan produksi minyak mentah sebesar 1,8 juta barel per hari (bph) sebelumnya dijalankan oleh OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia, sejak awal 2017. Kesepakatan itu dilakukan untuk mendongkrak harga minyak yang sempat jatuh karena pasokan yang membanjiri pasar.

Sementara, berdasarkan informasi yang dihimpun Reuters dari pelaku perdagangan, Arab Saudi diperkirakan bakal memangkas harga jual untuk minyak mentah yang dijual ke Asia pada Mei 2018. Hal itu dilakukan untuk mencerminkan pelemahan harga acuan Timur Tengah, harga minyak mentah Dubai.

"Ada spekulasi yang menyatakan bahwa Arab Saudi bakal menurunkan harga untuk pelanggan Asia mereka (Arab Saudi)," ujar Direktur Energi Berjangka Mizuho Bob Yawger di New York.

Menurut Yawger, pemangkasan harga tersebut berlawanan dengan upaya menjaga kesepakatan pemangkasan produksi tetap berjalan.


Di sisi lain, di tengah meningkatnya tensi perdagangan antara China dan AS, China memutuskan untuk mengerek tarif bagi 128 produk impor AS hingga 25 persen.

"Peningkatan friksi perdagangan antara China dan AS kemungkinan akan mengguncang permintaan global dan menodai sentimen terhadap kenaikan harga (bullish) di pasar minyak mentah," ujar analis Guotai Junan Futures Wang Xiao.

Harga Brent pernah menyentuh level tertinggi US$71,28 per barel pada Januari 2018. Namun, sejak itu level tersebut kembali sulit dicapai. Dua reli kenaikan harga yang terjadi pada pekan lalu tak mampu menyentuh level US$71 per barel. Pola pergerakan harga yang dikenal dengan istilah double top itu biasnya bakal kembali mengarah kepada penurunan harga (bearish).

Analis Tyche Capital Advisor John Macaluso menyatakan bahwa faktor pendukung sentimen penurunan harga juga berasal dari penemuan lapangan minyak terbesar dalam beberapa dekade bagi Iran.

Peningkatan produksi minyak mentah AS juga membatasi kenaikan harga. Berdasarkan data resmi pemerintah AS yang dirilis Jumat (30/3) lalu, produksi minyak mentah AS menanjak sebesar 6 ribu bph pada Januari 2018 menjadi 9,964 juta bph.


Yawger menambahkan persediaan minyak mentah AS di hub Cushing, Oklahoma, kini mendekati level minimum. Artinya, data persediaan minyak mentah pekan ini kemungkinan akan menunjukkan peningkatan sehingga harga akan cenderung menurun.

Di sisi lain, naiknya tensi antara AS dan Iran memberikan dukungan pada harga minyak mentah.

"Faktor Iran akan menjadi input yang signifikan selama empat minggu ke depan," ujar analis Petromatrix Olivier Jakob.

Sebagai catatan, Presiden AS Donald Trump mengancam bakal menarik diri dari kesepakatan nuklir internasional degan Iran yang digagas pada 2015 lalu. Di bawah kesepakatan tersebut, ekspor minyak Iran meningkat. Trump memberikan batas waktu kepada negara-negara Eropa untuk memperbaiki kesepakatan tersebut hingga 12 Mei 2018. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER