Jakarta, CNN Indonesia --
Harga minyak dunia berhasil menanjak pada perdagangan Selasa (3/4), waktu Amerika Serikat (AS), setelah sehari sebelumnya jatuh cukup dalam.
Harga minyak mentah berjangka Brent naik US$0,23 menjadi US$67,87 per barel pada pukul 13.22 GMT. Sementara itu, harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) naik US$0,28 menjadi US$63,29 per barel.
Dilansir dari
Reuters, Rabu (4/4), kondisi pasar keuangan menjadi waspada setelah China pekan lalu mengumumkan bakal mengerek tarif terhadap 128 produk impor AS. Kenaikan tarif tersebut memperparah sengketa antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia dan menimbulkan kekhawatiran tentang dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awal pekan ini, harga minyak dunia jatuh lebih dari tiga persen, penurunan harian terbesar sejak Juni 2017. Tertekannya harga minyak terjadi menyusul aksi jual besar-besar di pasar saham Wall Street, terutama di sektor teknologi.
Pekan lalu, harga Brent sempat menyentuh level US$71 per barel, mendekati level tertingginya tahun ini namun tidak mampu bertahan lama.
"Pekan lalu, pasar menguji kenaikan (harga minyak) dan harga minyak gagal memecahkannya (rekor harga minyak). Jadi, dari perspektif perdagangan, dengan adanya kemungkinan perang dagang dan sentimen negatif bermunculan, serta kemungkinan kenaikan persediaan minyak AS pekan ini, waktu yang tepat untuk aksi ambil untung," ujar Kepala Ekonom Energi ABN Amro Hans van Cleef.
Persediaan minyak mentah AS secara umum dilihat sebagai patokan dari tren persediaan minyak global. Pekan ini, berdasarkan jajak pendapat Reuters, persediaan minyak mentah AS diperkirakan bakal kembali naik untuk dua pekan berturut-turut.
Institut Perminyakan Amerika (API) merilis data persediaan minyak mingguan pada Selasa (3/4) waktu setempat. Sedangkan pemerintah AS, baru akan merilis data resminya pada Rabu (4/4) waktu setempat. Persediaan minyak AS diperkirakan bakal naik 1,7 juta barel pada pekan yang berakhir 30 Maret 2018 lalu.
Manajer keuangan telah mengerek taruhannya pada harga Brent yang bisa bertahan di level tertingginya pekan lalu, membuat total kontrak berjangka pada posisi beli dan opsi setara dengan lebih dari 615 juta barel.
"Dengan posisi kontrak investasi berlebihan yang membayangi pasar, aksi ambil untung seharusnya bakal membebani harga minyak pada beberapa pekan ke depan," ujar Kepala Riset Komoditas dan Makro Norbert Ruecker Julius Baer.
Selanjutnya, produksi minyak mentah Rusia yang membengkak dan rencana pemangkasan harga penjualan minyak Arab Saudi membatasi kenaikan harga minyak dunia.
Produksi minyak Rusia, selaku produsen minyak terbesar di dunia, naik hingga menyentuh level tertinggi dalam 11 bulan terakhir.
Arab Saudi, pengekspor minyak terbesar dunia, diperkirakan bakal memangkas harga untuk minyak mentah yang dijual ke Asia pada Mei mendatang.
Lebih lanjut, harga minyak mentah di Laut Utara berada di kisaran terendahnya sejak Juni lalu. Hal itu seiring aktivitas perawatan kilang yang berlangsung sehingga mempengaruhi permintaan minyak mentah.
(agi)