Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah memutuskan penetapan harga jual eceran
Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi oleh badan usaha harus melalui persetujuannya. Hal tersebut tertuang dalam revisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya manusia (ESDM) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran BBM yang bakal diterbitkan.
"Untuk JBU non-avtur dan non-industri, harga harus disetujui oleh pemerintah," ujar Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, Senin (9/4).
Tadinya, sesuai pasal 4 Permen ESDM terkait, penetapan harga jual eceran jenis BBM beroktan 90 ke atas langsung dilakukan oleh badan usaha niaga, tanpa memerlukan persetujuan pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun, lima badan usaha niaga yang menyalurkan BBM, yakni PT Pertamina (Persero), PT AKR Corporindo Tbk, PT Vivo Energy Indonesia, PT Shell Indonesia, termasuk PT Total Oil Indonesia.
Arcadra mengungkapkan sesuai instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi), kenaikan harga BBM umum harus memperhatikan perkembangan inflasi ke depan.
"Pemerintah sangat memperhatikan laju inflasi kalau terjadi kenaikan harga BBM jenis Pertalite, Pertamax, Pertamax Turbo, dan sebagainya," terang dia.
Berdasarkan catatan
CNNIndonesia.com, sejak awal tahun, Pertamina telah beberapa kali mengerek harga jual BBM umum untuk menyesuaikan dengan kenaikan harga minyak dunia.
Terakhir, pada 24 Maret 2018 lalu, perseroan menaikkan harga jual BBM beroktan 90 atau Pertalite sebesar Rp200 per liter.
Lebih lanjut, setelah revisi Permen 39/2014 diundangkan, pemerintah akan langsung melakukan sosialisasi ke lapangan.
Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menyatakan kenaikan harga BBM nonsubsidi menjadi salah satu penyebab terkereknya inflasi.
Bulan lalu, kenaikan harga BBM mengakibatkan inflasi kelompok pengeluaran transportasi, jasa keuangan, dan komunikasi bulan lalu sebesar 0,28 persen secara bulanan dan memberi andil 0,05 persen terhadap keseluruhan nilai inflasi yang mencapai 0,2 persen.
(bir)