Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan
Sri Mulyani Indrawati menaksir defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (
APBN) di tahun ini bisa lebih rendah ketimbang targetnya yakni 2,19 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Kondisi ini bisa disebabkan kenaikan harga minyak dunia yang diiringi dengan pelemahan nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Sri Mulyani mengatakan, kenaikan harga minyak dan pelemahan nilai tukar bisa membuat penerimaan migas dalam bentuk Pajak Penghasilan (PPh) migas dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor migas terkerek. Dengan nilai tukar yang melemah, pemerintah bisa mengonversi penerimaan dalam bentuk dolar AS dengan nilai rupiah yang lebih besar. Ini sangat penting bagi penerimaan lantaran APBN dihitung dalam denominasi rupiah.
"Defisit APBN tetap kami targetkan 2,19 persen sesuai Undang-Undang (UU) APBN atau bisa lebih kecil karena nilai tukar rupiah dan harga minyak (yang menguat)," ujar Sri Mulyani di Gedung Bank Indonesia, Senin (30/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, kenaikan harga minyak dan pelemahan nilai tukar tetap bisa berdampak pada belanja. Anggaran subsidi bagi Bahan Bakar Minyak (BBM) hingga listrik mungkin bisa bertambah akibat dua faktor tersebut.
Kendati begitu, ia mengaku pemerintah selalu memantau pergerakan dua asumsi APBN tersebut. Selain itu, ia juga optimistis perubahan kedua faktor tersebut tak akan mengganggu alokasi belanja APBN lantaran penerimaan pajak semakin membaik hingga Maret tahun ini.
Data Kementerian Keuangan menunjukkan, penerimaan pajak telah mencapai Rp244,5 triliun atau 17,17 persen dari target tahun ini yaitu Rp1.424 triliun. Angka ini bertumbuh 9,9 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
"Tentu kami tetap menjaga dari sisi pendapatan negara dan penerimaan perpajakan. Hingga April tren perpajakan sudah membaik, dari segi Pajak Penghasilan (PPh) badan maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN)," imbuh dia.
Kalau pun tidak bisa lebih rendah, ia tetap yakin defisit APBN di tahun ini setidaknya bisa sesuai target yakni 2,19 persen dari PDB. Menurut dia, tidak ada yang salah dengan kebijakan fiskal ekspansif dengan postur anggaran defisit. Hanya saja, anggaran ini nantinya bisa menghasilkan dampak ekonomi yang positif, seperti perbaikan tingkat kemiskinan dan kesenjangan.
"APBN sangat penting dalam menjaga
inequality agar tidak semakin buruk. Dari segi belanja bagi orang tidak mampu, kami tidak hanya menaikkan jumlah Program Keluarga Harapan (PKH) tapi juga melakukan intervensi ke kelompok miskin lainnya. APBN dirancang tidak kontraktif, tetap suportif, tetap kredibel dan sustainable. Kualitas belanja semakin baik, penerimaan semakin baik," pungkas dia.
Menurut data Kemenkeu, posisi defisit APBN per akhir 2017 tercatat 2,49 persen dari PDB. Sementara itu, posisi defisit APBN per Maret 2018 mencapai Rp85,78 triliun atau 0,58 persen dari PDB.
(agi)