Gejolak Pasar, Investor Minta Yield Surat Utang Negara Tinggi

Dinda Audriene Muthmainah | CNN Indonesia
Jumat, 11 Mei 2018 12:21 WIB
Kemenkeu mengaku kondisi pasar yang sedang bergejolak membuat penawaran imbal hasil (yield) dari pelaku pasar terhadap Surat Utang Negara melambung tinggi.
Kemenkeu mengaku kondisi pasar yang sedang bergejolak membuat penawaran imbal hasil (yield) dari pelaku pasar terhadap Surat Utang Negara melambung tinggi. (REUTERS/Nyimas Laula)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku kondisi pasar yang sedang bergejolak membuat penawaran imbal hasil (yield) dari pelaku pasar terhadap Surat Utang Negara (SUN) melambung tinggi.

Hal itu terlihat jelas pada lelang SBN pada Selasa (8/5) kemarin, di mana penawaran yield mencapai 7,95 persen. Padahal, yield tertinggi pada lelang awal tahun hanya di angka 7,19 persen.

"Itu kembali lagi yang terjadi adalah pelaku pasar melihatnya pasar sudah stabil belum, ya itu pasar kan sekarang sedang volatile," ungkap Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman, Jumat (11/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak hanya yield yang tinggi, penawaran pasar dalam lelang itu juga masih jauh dari target pemerintah, yakni hanya Rp7,18 triliun. Sementara, pemerintah berharap dapat meraih dana hingga Rp17 triliun.

"Kami mau kasih berapa itu sebenarnya ada pertimbangan, penawaran kan hanya sekitar 40 persen yang kemarin. Kami sudah antisipasi hal ini," jelas Luky.

Ia melanjutkan, bentuk antisipasi agar pemerintah tetap bisa meraih dana pinjaman, yakni dengan melakukan pinjaman multilateral dan private placement. Selain itu, Kemenkeu juga berencana untuk merilis Samurai Bond pada semester I ini.

"Pasar sedang volatile menuju arah normal, ini hanya sementara. Kami lihat nanti penawaran pasar bagaimana, kami percaya pasar akan stabil lagi," kata Luky.


Rilis Obligasi Ritel

Kendati pasar sedang bergejolak, pemerintah tetap merealisasikan janjinya untuk merilis obligasi negara ritel pada Senin (14/5) besok dengan target Rp1 triliun.

Luky menyebut obligasi ritel ini lebih menyasar kepada kamu milenial. Untuk itu, pemerintah sengaja memasang minimal pemesanan hanya Rp1 juta dan maksimal mencapai Rp3 miliar.

"Tapi untuk identitas siapa yang beli tidak ada penjatahan, dibuka untuk semua pihak. Tapi ini bisa juga sebagai edukasi anak mudah untuk mengetahui obligasi," papar Luky.

Dalam hal ini, investor yang berminat bisa membeli obligasi tersebut secara online melalui perbankan, perusahaan efek, hingga financial technology (fintech).


Bila dirinci, pemerintah bekerja sama dengan lima bank untuk mendistribusikan obligasi ritel bernama SBR003, di antaranya Bank Mandiri, Bank Permata, Bank Central Asia (BCA), Bank Negara Indonesia (BNI), dan Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Kemudian, satu-satunya perusahaan efek yang bekerja sama dengan pemerintah, yaitu Trimegah Sekuritas. Sementara, investor juga bisa membeli di perusahaan efek khusus atau Agen Penjual Reksa Dana (APERD) fintech, yakni Bareksa dan Star Mercato Capitale atau Tanamduit.com.

"Lalu perusahaan fintech Investree," imbuh Luky. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER