Jakarta, CNN Indonesia --
Nilai tukar rupiah berhasil menguat 0,34 persen atau 48 poin ke Rp14.142 per dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan pasar spot hari ini, Selasa (22/5). Penguatan rupiah ini memang sudah terjadi sejak pembukaan perdagangan pagi tadi.
Kendati begitu, berdasarkan kurs referensi
Bank Indonesia (BI) atau Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah justru berada di posisi Rp14.178 per dolar AS. Posisi ini melemah 0,01 persen atau 2 poin dari posisi rupiah kemarin, Senin (21/5) di Rp14.176 per dolar AS.
Bersama rupiah, mayoritas mata uang di berbagai negara ikut menguat dari dolar AS. Dari kawasan Asia, dolar Singapura menguat 0,17 persen, yen Jepang 0,06 persen, peso Filipina 0,26 persen, dan baht Thailand 0,3 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, ringgit Malaysia menguat 0,29 persen, rupee India 0,18 persen, won Korea Selatan 0,82 persen, dan renmimbi China 0,23 persen.
Begitu pula dengan mata uang negara maju, misalnya rubel Rusia menguat 0,42 persen, euro Eropa 0,19 persen, franc Swiss 0,15 persen, dolar Australia 0,23 persen, dolar Kanada 0,23 persen, termasuk poundsterling Inggris 0,27 persen.
Kepala Riset dan Analisis Monex Investindo Ariston Tjendra menilai rupiah berhasil menguat karena penguatan dolar AS dalam beberapa waktu terakhir sudah terlampau tinggi. Akhirnya, penguatan dolar AS pun terhenti dan membuat dolar AS justru melemah di hadapan banyak mata uang negara lain.
"Penguatan dolar AS sudah overheating, akibatnya sekarang melemah dan diperkirakan akan bertahan hingga 1-2 hari ke depan. Artinya, rupiah masih bisa menguat dalam beberapa hari ke depan, meski maksimal hanya sampai Rp14 ribu," ucap Ariston kepada
CNNIndonesia.com.
Lepas dari itu, sambung dia, nasib rupiah akan kembali disetir oleh AS. Namun, kali ini oleh penunjukkan sinyal kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS, The Federal Reserve. Meskipun, sebenarnya pasar juga telah berekspektasi bahwa suku bunga akan dinaikkan, sehingga berpotensi melemahkan rupiah lagi.
Sedangkan dari sisi domestik, tidak ada sentimen khusus yang berperan pada penguatan rupiah hari ini. "Datanya masih sama, belum ada yang baru, yang bisa menggerakkan pasar. Justru kemarin saat rupiah melemah, ternyata neraca perdagangan malah defisit," katanya.
Sementara, Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim melihat penguatan rupiah hari ini merupakan penguatan yang tertunda, usai pertemuan AS-China terkait perang dagang. Selain itu, ada sentimen yang mereda, yaitu dari kenaikan imbal hasil (yield) surat utang AS (US Treasury).
"Sentimen itu mereda. Sekarang pasar fokusnya pada pertemuan The Fed karena menjadi penentu apakah benar suku bunga akan dinaikkan lagi sebanyak tiga atau bahkan sampai empat kali," jelasnya.
Selain itu, ia melihat ada sentimen positif dari akan disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Terorisme pada pekan ini. "Pasar menanti kepastian keamanan dari akan diterbitkannya RUU tersebut," pungkasnya.
(bir)