Jakarta, CNN Indonesia --
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan ketidakberesan dalam penggunaan anggaran subsidi listrik. Ketidakberesan tersebut mereka temukan dalam penambahan alokasi anggaran subsidi listrik sebesar Rp 5,22 triliun pada tahun 2017.
Bahtiar Ali, Sekretaris Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengatakan bahwa hasil audit mereka menunjukkan penambahan anggaran yang digunakan untuk pembayaran subsidi listrik tahun 2015 tersebut tidak sesuai aturan.
"Tidak sesuai dengan UU APBN- P 2017," katanya Rabu (30/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelanggaran dilakukan karena penambahan anggaran subsidi tersebut dilakukan tanpa mekanisme persetujuan DPR.
Selain tidak sesuai dengan aturan, BPK juga menyatakan bahwa dasar pertimbangan; penambahan anggaran subsidi listrik dilakukan untuk mengatasi permasalahan Debt Service Ratio PT
PLN (persero) yang digunakan oleh Kementerian Keuangan tidak memadai.
Pasalnya, walaupun PLN melalui Surat Nomor 2278/KEU.05.02/DIRUT/2017 sempat mengajukan permohonan waiver atau penundaan keringanan pembayaran utang atas perjanjian utang mereka ke Kementerian Keuangan, tapi ternyata pemberi pinjaman PLN, salah satunya Bank Pembangunan Asia (ADB) telah memberikan waiver kepada mereka.
Kementerian Keuangan sebenarnya telah memberikan tanggapan kepada BPK atas temuan tersebut. Tapi BPK menilai bahwa sampai dengan akhir pemeriksaan, Kementerian Keuangan masih gagal dalam menjelaskan payung hukum yang mereka gunakan dalam penambahan subsidi listrik tersebut.
Atas kegagalan itu, BPK merekomendasikan kepada pemerintah bersama DPR agar mengatur mekanisme pertanggungjawaban penambahan pagu anggaran pagu APBN subsidi di luar parameter yang ditetapkan.
(agt/bir)