Jakarta, CNN Indonesia --
Harga minyak mentah dunia merosot pada perdagangan Rabu (6/6), waktu Amerika Serikat (AS). Pelemahan dipicu oleh kekhawatiran terhadap meningkatnya pasokan global usai minyak mentah AS bertambah di luar dugaan.
Tak hanya itu, Arab Saudi dan
produsen minyak utama dunia lain memberikan sinyal bahwa mereka akan mengerek produksinya.
Dilansir dari
Reuters, Kamis (7/6), harga minyak mentah di pasar berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) merosot US$0,79 atau 1,2 persen menjadi US$64,73 per barel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penurunan juga terjadi pada harga minyak mentah di pasar berjangka Brent sebesar US$0,02 menjadi US$75,26 per barel. Pada perdagangan usai penutupan (post-settlement), harga Brent kembali positif, menanjak sebesar US$0,18 per barel.
Seiring laju penurunan harga minyak mentah AS yang lebih cepat dibandingkan Brent, selisih antara keduanya melebar sebesar 6,5 persen dibandingkan sesi sebelumnya menjadi US$10,74 per barel.
Berdasarkan data Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA), persediaan minyak mentah AS meningkat 2,1 juta barel pada pekan yang berakhir 1 Juni 2018. Pasokan bahan bakar minyak (BBM) juga meningkat. Padahal, para analis memperkirakan adanya penurunan stok minyak mentah 1,8 juta barel.
"Harga minyak mentah telah dihantam oleh kejutan dari peningkatan persediaan minyak mentah, seiring meningkatnya impor dan operasional kilang," ujar Direktur Riset Komoditas ClipperData Matthew Smith di Louisville, Kentucky.
EIA menyatakan produksi minyak mentah AS mencetak rekor pada pekan lalu meningkat menjadi 10,8 juta barel per hari (bph). Kenaikan produksi telah memicu penjualan mengingat harga minyak mentah acuan global Brent menembus US$80 per barel pekan lalu.
"Kenaikan produksi minyak mentah terus-menerus membebani pasar, dan cukup signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu," ujar Presiden Lipow Oil Associates Andrew Lipow.
Menteri Perminyakan Inda menyatakan Arab Saudi tengah mengkaji kebijakan mengenai pemangkasan produksi yang telah menopang harga selama ini.
Sumber Rueters, pada Selasa (5/6) lalu, menyatakan pemerintah AS secara tidak resmi telah meminta Arab Saudi dan negara produsen minyak utama dunia untuk mengerek output.
OPEC dan Rusia bakal menggelar pertemuan pada 22-23 Juni 2018 untuk memutuskan apakah akan mengerek produksi minyak mentah. Sumber Reuters menyatakan negara produsen minyak tersebut tengah mempertimbangkan untuk mengerek pasokan minyak mentah sebesar 1 juta barel per hari (bph).
"Harga minyak telah digerakkan oleh OPEC dan pandangan terhadap seberapa banyak dan seberapa cepat OPEC plus (termasuk Rusia) bakal mengerek produksinya," ujar Analis Energy Aspect Virendra Chauhan.
Di sisi lain, produksi minyak Venezuela terus merosot. Venezuela memiliki cadangan minyak terbesar di dunia dan merupakan pemasok kunci untuk pasar BBM Amerika. Produksi minyak Venezuela telah terganggu oleh investasi yang tak cukup, kesalahan dalam pengelolaan dan sanksi AS.
Tiga sumber Reuters menyatakan perusahaan minyak pelat merah Venezuela PDVSA tengah mempertimbangkan untuk menyatakan kondisi kahar (force majeure) pada beberapa ekspornya.
Sanksi AS terhadap Iran juga mengancam ekspor minyak dari negara anggota OPEC tersebut.
Manajer Risiko Mitsubishi Corp Tony Nunan mengibaratkan hilangnya pasokan dari Venezuala dan Iran dengan potensi kenaikan produksi dari OPEC dan minyak shale AS seperti kompetisi tarik tambang.
"US$80 bakal menjadi batas atas harga minyak sementara sampai kita mendengar (kabar) dari OPEC," ujarnya.
(lav)