Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Ketenagakerjaan (
Kemenaker) menyebut perusahaan yang menghadapi kesulitan keuangan sebenarnya diperbolehkan untuk mencicil pembayaran Tunjangan Hari Raya (
THR). Namun, hal tersebut boleh dilakukan jika terdapat kesepakatan dari karyawan
Haiyani Rumondang, Direktur Jenderal Perselisihan Hubungan Industrial (Dirjen PHI) Kemenaker mengatakan perusahaan yang ingin mencicil pembayaran THR harus terlebih dahulu membuktikan tengah mengalami kesulitan keuangan. Hal tersebut dilakukan dengan memaparkan secara rinci hasil audit keuangan kepada karyawan.
Setelah itu, karyawan juga harus menyepakati perjanjian pembayaran THR tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau hanya sepihak, itu tidak boleh. Karena selain dibuktikan dengan audit, juga harus disepakati karyawan," ucapnya kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (21/6).
Menurutnya, bila perusahaan tetap melakukan kebijakan itu sepihak, maka perusahaan dianggap menyalahi aturan pembayaran THR dan dianggap telat memberikan bonus, sehingga akan diberikan teguran tertulis hingga sanksi. Namun, ia enggan merinci bentuk sanksi tersebut.
Sebelumnya, kasus pembayaran THR dengan skema cicil dilakukan perusahaan di bidang media, Femina Group. Svida Alisjahbana, CEO Femima Group mengatakan perusahaan terpaksa membayar cicil THR karyawan karena sedang tersendat arus keuangannya.
Pembayaran cicilan THR itu diberikan melalui tahap pertama pada 25 Mei lalu sebesar 50-80 persen tergantung kelompok gaji karyawan. Sedangkan sisa pembayaran THR akan diberikan secara bertahap dalam kurun waktu tiga bulan ini.
"Secara sadar, kami paham akan tanggung jawab kami kepada seluruh karyawan. Dalam keadaan tersulit pun kami tetap mendahulukan hak karyawan. Untuk itu komitmen penyelesaian THR dalam tiga bulan ini adalah langkah terbaik yang mampu kami lakukan," kata Svida kepada
CNNIndonesia.com.
Menurut Oscar, salah satu HRD perusahaan, kebijakan ini telah dikomunikasikan kepada karyawan melalui surat elektronik (
e-mail). Namun, hal ini dibantah oleh Ahmad Fathanah, Staf Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers yang mendampingi Forum Komunikasi Karyawan Femina Group (FKK-FG).
Informasi tersebut hanya diberitahukan tanpa mengajak karyawan untuk berdiskusi. Untuk itu, FKK-FG melaporkan perusahaan ke Kemenaker. Namun, Haiyani enggan memberi informasi terkini mengenai tindak lanjut dari aduan tersebut.
(agi/lav)