Berkah THR, Roda Ekonomi Ritel Bergerak Lebih Kencang

Dinda Audriene Muthmainah | CNN Indonesia
Senin, 11 Jun 2018 08:32 WIB
Peritel optimis penjualan selama momentum Ramadan dan Lebaran tahun ini jauh lebih baik, setelah sempat lesu di tahun lalu.
Peritel optimis penjualan selama momen Ramadan dan Lebaran tahun ini jauh lebih baik, setelah sempat lesu di tahun lalu. (CNN Indonesia/Hesti Rika Pratiwi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tak seperti biasanya, beberapa kardus berisikan botol kemasan air putih dan minuman dengan aneka rasa berjejeran di depan kasir salah satu gerai ritel, Alfamart di kawasan Jakarta.

Tentu bukan tanpa sebab, kardus-kardus tersebut sengaja ditempatkan di depan kasir sebagai pilihan belanja bagi pengunjung yang hendak membeli botol kemasan atau pilihan produk makanan dan minuman lainnya dalam jumlah banyak jelang momen Lebaran ini.

Maklum, kebiasaan belanja dan memberikan bingkisan ke sanak saudara jelang Lebaran masih menjadi budaya yang melekat di Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Indri (45 tahun), salah satu pengunjung Alfamart berbelanja beberapa botol sirup dan biskuit meggunakan sebagian uang Tunjangan Hari Raya (THR) nya.

"Beli makanan, biskuit, sirup untuk bagi-bagi ke keluarga. Kan tidak enak juga yah, misalnya datang ke keluarga dengan tangan kosong," cerita Indri kepada CNNIndonesia.com, akhir pekan lalu.

Meski tak banyak dana yang disiapkan untuk berbelanja bingkisan kepada keluarga dan tetangga, kegiatan ini rutin dilakukannya setiap jelang Lebaran.

"Biasanya kalau dari THR dana yang disiapkan sekitar Rp500 ribu," kata Indri.

Pegawai swasta ini juga lebih memilih berbelanja di mini market, seperti Alfamart dan Indomaret dibandingkan di super market.

"Harganya juga sama saja, jadi lebih baik seperti ini saja (Alfamart) atau Indomaret. Bawanya juga lebih mudah tidak repot," ucap Indri.

Tak hanya Indri, pegawai swasta lainnya bernama Sumi (28 tahun) juga rutin menggunakan sebagian uang THR-nya untuk membeli beberapa bingkisan makanan dan minuman bagi sanak saudara.

Ditemui setelah berbelanja pada Indomaret di daerah Jakarta, Sumi mengaku biasa menghabiskan dana lebih dari Rp500 ribu untuk berbelanja bingkisan tersebut.

"Ya untuk memberikan ke keluarga, kalau satu bulan belanja untuk kebutuhan pribadi hanya Rp300 ribu, kalau untuk biskuit dan lain-lain ini bisa lebih dari Rp500 ribu," kata Sumi.

Sama seperti Indri, Sumi lebih memilih berbelanja di mini market karena lebih simpel dibandingkan dengan super market.

Dua orang tadi hanyalah segelintir potret gaya belanja kelas menengah ke bawah setelah THR dibagikan oleh perusahaan.

Alfamart. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Salah satu staf Alfamart di Jakarta yang enggan disebutkan namanya mengatakan jumlah pengunjung pada pekan ini meningkat drastis dari pekan sebelumnya. Maklum saja, sebagian perusahaan besar telah mengucurkan THR bagi karyawannya.

"Kalau biasanya jumlah pengunjung 500 orang, sekarang bisa sampai 800 orang sehari," tutur petugas Alfamart tersebut.

Alhasil, transaksi pun ikut naik mendekati angka Rp100 juta per hari. Padahal, jumlah transaksi biasanya tak sampai Rp50 juta dalam satu hari.

"Peningkatan memang terasa sekali setelah THR turun, pada awal Ramadan biasa saja, terasa sekali pekan ini," ujar petugas itu.

Lonjakan Penjualan Ritel

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey memaparkan peningkatan belanja masyarakat melonjak sejak Senin (4/6).

Roy menyebut kondisi tersebut dipengaruhi oleh uang THR yang sudah dibagikan ke karyawan. Ia memprediksi kenaikan belanja masyarakat masih akan berlanjut hingga satu pekan setelah THR itu dibagikan.

"Peningkatan ini terjadi di masyarakat kelas menengah ke bawah yang memang tingkat konsumsinya tinggi. Jadi, ini bukan terjadi untuk kelas menengah ke atas ya," ucap Roy.


Secara keseluruhan, ia mencatat kenaikan pengunjung di ritel yang menyediakan kebutuhan pangan bagi masyarakat meningkat 15-20 persen pada pekan ini dibandingkan dengan pekan sebelumnya.

"Kalau nominal jumlahnya saya belum dapat laporan, tapi kan kenaikan pengunjung seiring dengan penigkatan transaksi atau konsumsi juga, jadi setara itu (15-20 persen)," papar Roy.

Kondisi yang membahagiakan bagi pengusaha ritel ini tentu berbanding terbalik dengan penjualan pada Ramadan dan Lebaran 2017 lalu.

Pada tahun lalu, penjualan ritel selama Ramadan dan Lebaran hanya meningkat lima sampai enam persen. Angka itu merupakan pertumbuhan penjualan ritel terendah pada momen besar dalam 10 tahun terakhir.

"Karena biasanya bisa 20-30 persen sepanjang Ramadan dan Lebaran," tandas Roy.

Kemungkinan besar, kata Roy, kenaikan penjualan ritel kali ini didorong oleh keputusan pemerintah yang tak hanya membagikan THR kepada karyawan saja, melainkan juga kepada pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) dan pekerja honorer.


"Kemudian, harga komoditas juga meningkat, sehingga pekerja di pertambangan dan perkebunan pendapatannya juga semakin baik, sehingga meningkatkan konsumsi mereka," jelas Roy.

Solihin, Direktur Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) yang membawahi Alfamart mengatakan kontribusi penjualan selama Ramadan dan Lebaran ditargetkan dapat mencapai 12-15 persen dari penjualan selama satu tahun.

"Kalau ditanya meningkat pasti meningkat, semakin dekat Lebaran pasti meningkat," tutur Solihin.

Bila target kontribusi penjualan selama Ramadan dan Lebaran tercapai, maka angka itu bisa menutupi penjualan perusahaan pada awal tahun yang diakui perusahaan belum cukup baik.

"Januari 2018 kan tidak begitu bagus, Februari juga begitu, Maret sampai April agak baik," terang Solihin.

Mengutip laporan keuangan perusahaan, penjualan Sumber Alfaria Trijaya pada kuartal I 2018 hanya tumbuh tipis 6,63 persen dari Rp13,76 triliun menjadi Rp14,67 triliun. Namun, laba bersih perusahaan berhasil melambung 64,65 persen menjadi Rp120,7 miliar dari Rp73,3 miliar.


Kelas Menengah Atas Tahan Belanja

Di sisi lain, Direktur CORE Indonesia Mohammad Faisal melihat masyarakat kelas menengah ke atas masih terus menahan belanja jelang Lebaran ini. Hal ini, menurut dia, antara lain seiring keputusan Bank Indonesia (BI) yang menaikkan suku bunga acuannya hingga dua kali dalam satu bulan sebesar 50 basis poin menjadi 4,75 persen.

"Jadi selama ini sejak 2016 kan kelas menengah ke atas ini menahan belanja karena berbagai faktor, salah satunya pertimbangan mereka terhadap perekonomian ke depan," papar Faisal.

Pada saat BI menurunkan dan menahan suku bunga acuan di level 4,25 persen, ucap Faisal, seharusnya daya beli masyarakat kelas menengah ke atas bisa pulih. Namun, BI justru lebih memilih untuk menyimpan uangnya di bank.

"Ini kan terjadi anomali, saat bunga diturunkan dan kemarin ditahan lama saja kelas menengah ke atas masih menahan belanja. Apalagi sekarang suku bunga dinaikkan," ungkap Faisal.

Faisal menilai kekhawatiran masyarakat terhadap pertumbuhan ekonomi semakin meningkat, karena kenaikan suku bunga acuan bisa menahan tingkat pertumbuhan ekonomi.

"Pengaruh memang lebih ke kredit, misalnya kredit perusahaan jadi menahan kredit karena beban bunga semakin meningkat, tapi setelah itu juga ke konsumsi," jelas Faisal.


Kendati demikian, Managing Director Sogo Indonesia Handaka Santosa mengklaim tingkat pengunjung di Sogo semakin ramai usai pembayaran THR oleh perusahaan ke karyawan.

"Untuk angka nominal khusus Ramadan belum ada karena ini kan juga masih masa Ramadan jelang Lebaran, tapi ramai," kata Handaka.

Saat ini, Sogo Indonesia memiliki gerai sebanyak 18 di Indonesia. Jumlah transaksi sejak awal tahun 2018 hingga awal Juni 2018 disebut-sebut sebesar Rp1,5 triliun.

Secara keseluruhan, Ketua Umum Pengurus Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) ini berpendapat pembagian THR sebenarnya bukan pendorong utama kenaikan belanja masyarakat.

Sebab, untuk berbelanja di pusat perbelanjaan atau mal biasanya masyarakat lebih banyak menggunakan kartu kredit. Sehingga, tanpa uang tunai dari THR pun mereka tetap bisa berbelanja.

"Tapi dengan ada THR ini jadi mengurangi penggunaan kartu kredit," pungkasnya. (agi/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER