Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan keputusan PT
Pertamina (Persero) untuk mengerek harga
Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi seri
Pertamax tidak perlu mendapatkan persetujuan pemerintah. Perseroan hanya perlu melapor.
"Sesuai peraturan, perseroan hanya perlu melaporkan saja," ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Djoko Siswanto kepada CNNIndonesia.com di kantor Kementerian ESDM, Selasa (3/7).
Djoko mengungkapkan Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 34 Tahun 2018 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 39 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran BBM.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beleid tersebut merevisi beleid pendahulunya, Permen ESDM Nomor 21 Tahun 2018, dimana perubahan harga BBM nonsubsidi tidak perlu mendapatkan persetujuaan Menteri ESDM.
Dalam Permen ESDM Nomor 21/2018 disebutkan, harga BBM nonsubsidi ditetapkan oleh badan usaha setelah mendapatkan persetujuan menteri.
Namun, sesuai Pasal 4 ayat 3 Permen ESDM Nomor 34/2018, pemerintah mewajibkan badan usaha untuk melapor kepada Menteri ESDM mengenai harga jual eceran BBM nonsubsidi. Laporan tersebut disampaikan ke Dirjen Migas yang kemudian akan dievaluasi.
Dalam Pasal 7 beleid yang baru terbit pada 22 Juni 2018 itu dijelaskan, Menteri ESDM dapat melakukan intervensi terhadap penetapan harga jual eceran jika penetapan harga tak sesuai dengan ketentuan.
Dalam hal ini, margin badan usaha tetap dipatok maksimal 10 persen dari harga dasar. Harga juga mencakup Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang menyesuaikan peraturan daerah provinsi setempat.
Menurut Djoko, kenaikan harga BBM seri Pertamax antara Rp600 hingga Rp900 per liter oleh Pertamina tak terelakkan, mengingat semakin tingginya harga minyak dunia.
Berdasarkan Kementerian ESDM, rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) selama lima bulan pertama tahun ini sebesar US$65,79 per barel atau telah meningkat 31,71 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu US$49,95 per barel.
Lebih lanjut, Djoko meyakini keputusan perseroan tidak akan menggerus daya beli masyarakat.
"Harga Pertamax sebelum-sebelumnya juga naik dua minggu sekali tidak ada masalah.
Kok sekarang dipermasalahkan?," ujarnya.
Sebagai informasi, per 1 Juli, harga Pertamax di wilayah Jawa-Madura-Bali tercatat naik Rp600 menjadi Rp9.500 per liter dan harga Pertamax Turbo naik Rp600 menjadi Rp10.700 per liter.
Kemudian, perseroan juga mengerek harga Pertamina Dex sebesar Rp500 menjadi Rp10.500 per liter dan Dexlite naik Rp900 menjadi Rp9 ribu per liter.
Sementara itu, harga Pertalite tetap ditahan sebesar Rp7.800 per liter, Premium Rp6.450 per liter, dan Solar Rp5.150 per liter.
(lav/bir)