Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah akan menyuntik Penyertaan Modal Negara (PMN) dengan total mencapai Rp31,6 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 ke tiga perusahaan milik negara.
Ketiga Badan Usaha Milik Negara (
BUMN) itu yakni PT Hutama Karya (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN, dan PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (Persero) atau PANN.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yang mewakili Menteri BUMN Rini Soemarno dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengatakan pemberian PMN dimaksudkan untuk menutup kekurangan keuangan tiga BUMN karena proyek penugasan hingga restrukturisasi utang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia merinci, Hutama Karya akan menerima PMN senilai Rp12,5 triliun untuk percepatan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatra. Lalu, PLN menerima sebesar Rp15 triliun untuk memperbaiki struktur permodalan dan kapasitas usaha perusahaan untuk membangun
infrastruktur kelistrikan. Selanjutnya, PANN mendapat PMN sebesar Rp4,1 triliun.
"PMN diberikan untuk restrukturisasi hutang SLA, yakni konversi utang pokok SLA menjadi PMN sebesar Rp2,3 triliun dan penghapusan bunga denda sebesar Rp1,8 triliun," ucap Airlangga di Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR, Senin (9/7).
Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan, dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah mengatakan PMN diberikan karena kekurangan modal tak mungkin lagi ditutup oleh hasil operasi dan penarikan obligasi dari masing-masing perseroan.
"Kalau mau ditutup dengan pinjaman, itu kan tetap harus ada (jaminan) dari keuangan sendiri. Lagi pula ini untuk menjaga supaya tidak keberatan utangnya, supaya tidak besar bayar bunga utangnya. Makanya, mau tidak mau harus diberikan PMN," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.
Selain itu, memang kebutuhan perseroan membengkak karena tingginya beban penugasan yang diberikan oleh negara. Misalnya bagi PLN, perseroan harus membangun proyek kelistrikan 35 ribu megawatt (MW) ditambah 7 ribu MW dalam kurun waktu 2014-2019.
Jumlah proyek kelistrikan ini, katanya, setara dengan proyek yang dibangun PLN sejak Indonesia merdeka hingga 2014 lalu yang mencapai 47 ribu MW.
"Jadi PLN harus
double size dalam waktu singkat, ini jangan disamakan dengan Adhi Karya misalnya, yang hanya bangun LRT dan Jasa Marga yang bangun beberapa ruas tol," katanya.
Belum lagi, PLN harus menghadapi pembengkakan biaya operasional karena tekanan nilai tukar rupiah dan harga minyak mentah dunia yang tengah tinggi. Ia bilang, hitung-hitungannya, PLN membutuhkan sekitar Rp600 triliun untuk membangun pembangkit dan transmisi dalam lima tahun ini.
"Kalau PLN harus menyisihkan untuk modal sendiri, maksimal 30 persen, itu minimal harus ada Rp180 triliun. Itu kan berat kalau tidak ditambah PMN," jelasnya.
Kendati begitu, Komisi VI DPR menerima usulan pemerintah untuk memberi PMN ke tiga BUMN itu. Namun, usulan itu akan dibahas lebih lanjut oleh Panitia Kerja (Panja) PMN komisi.
"Komisi VI DPR memahami usulan PMN pada BUMN tahun 2019 kepada Hutama Karya, PLN, dan PANN. Namun, selanjutnya akan dibahas dalam Panitia Kerja PMN Komisi VI DPR pada tanggal 10 Juli 2018," pungkas Wakil Ketua Komisi VI DPR Dito Ganinduto.
(lav)