Jakarta, CNN Indonesia -- PT
Perusahaan Listrik Negara (Persero) diminta mengkaji ulang jadwal pembangunan pembangkit listrik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang minim.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan penundaan pembangunan terutama untuk proyek di Pulau Jawa, karena pasokan listrik di wilayah tersebut yang dianggap sudah mumpuni.
Sebelumnya, hasil rapat terbatas para menteri Kabinet Kerja yang dipimpin Presiden Joko Widodo memutuskan agar PLN dan PT
Pertamina (Persero) menahan impor barang modal, demi mengamankan defisit transaksi berjalan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maklum, defisit transaksi berjalan pada kuartal II 2018 mencapai US$8 miliar atau menyentuh Produk Domestik Bruto (PDB). Angka itu melambung dari posisi kuartal I 2018 yang hanya US$5,7 miliar atau 2,2 persen terhadap PDB.
Peningkatan defisit transaksi berjalan menyebabkan defisit Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) melebar sebesar US$4,3 miliar dari kuartal sebelumnya sebesar US$3,8 miliar.
"Sekarang PLN untuk proyek yang lokal kontennya kurang disuruh pakai dalam negeri. Kalau tidak bisa ya dijadwalkan ulang tapi yang belum tanda tangan ya," ucap Luhut, Selasa (14/8).
Menurutnya, aliran listrik di Pulau Jawa terbilang berkelebihan, sehingga pembatasan proyek tak akan mempengaruhi pasokan listrik di Pulau Jawa.
"Kan ada syarat di Jawa itu (konten lokal) 70 persen berbanding 30 persen. Namun tidak dipenuhi, macam-macam saja alasannya," terang Luhut.
Maka itu, Luhut menyebut bahwa Kepala Negara menegaskan, jika tak bisa menaikkan konten lokal, maka pembangunan proyeknya tak perlu dipaksakan.
Terkait proyek pemerintah pembangunan pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW), Luhut memastikan sejauh ini pemerintah tak merevisi target proyek itu.
"Masih tetap, ini kan hanya melewati periode krisis dunia, jadi tidak ada yang perlu ditakutkan," tandas Luhut.
Ia menambahkan, proyek pembangkit listrik juga menjadi salah satu proyek infrastruktur yang dievaluasi dalam pembatasan pembangunan infrastruktur demi menekan impor.
Hal ini karena proyek infrastruktur ikut menyumbang pada kenaikan impor. Dalam hal ini, peningkatan impor juga menjadi salah satu penyebab pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan per semester I 2018 defisit sebesar US$1,02 miliar. Kondisi ini disebabkan jumlah ekspor hanya sebesar US$88,02 miliar, sedangkan impor paruh pertama tahun ini mencapai US$89,04 miliar.
Sementara itu, nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari ini ditutup di level Rp14.584 per dolar AS atau naik tipis 0,16 persen setelah pada hari sebelumnya berada di level Rp14.615 per dolar AS.
(lav)