Minyak Mentah Menguat Dipicu Kekhawatiran Mengetatnya Pasar

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Selasa, 04 Sep 2018 08:02 WIB
Harga minyak dunia menguat dipicu kekhawatiran pasar terhadap merosotnya pasokan Iran, meskipun penguatan dibatasi kenaikan produksi OPEC dan AS.
Ilustrasi. (CNN Indonesia/Galih Gumelar)
Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak mentah dunia menanjak pada perdagangan Senin (3/9), waktu Amerika Serikat (AS).

Penguatan dipicu oleh kekhawatiran terhadap mengetatnya pasar akibat merosotnya pasokan dari Iran karena sanksi AS berlaku pada November mendatang.

Kendati demikian, kenaikan harga dibatasi oleh meningkatnya produksi minyak dari OPEC dan AS.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dilansir dari Reuters, Selasa (4/9), harga minyak Brent menanjak US$0,37 menjadi US$78,01 per barel pada pukul 18.54 GMT.

Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$0,3 menjadi US$70,1 per barel.

Kedua harga acuan telah menanjak cukup kuat selama dua pekan terakhir dengan kenaikan harga Brent yang mencapai lebih dari 10 persen akibat ekspektasi pasokan global bakal mengetat menjelang akhir tahun.

Di AS, volume perdagangan hanya berlangsung tipis karena ada Libur Perayaan Hari Buruh AS.



Sementara, kemarin, koalisi penjuang yang dipimpin Arab Saudi di Yaman menyatakan telah menghancurkan peluru kendali yang ditembakkan di Jizan, Arab Saudi bagian selatan, oleh kelompok aliansi Iran Houthis.

Secara terpisah, Houthis menyatakan bahwa target mereka adalah fasilitas perminyakan milik perusahaan minyak Saudi Aramco.

Berdasarkan cuitan stasiun TV Arab Saudi Al Arabiya, tidak ada laporan mengenai kerusakan yang disebabkan oleh koalisi tersebut.

Di saat bersamaan, sanksi AS telah memangkas ekspor minyak dari Iran.

"Ekspor dari produsen Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) terbesar ketiga merosot lebih cepat dari yang diperkirakan dan hal yang lebih buruk lagi akan membayangi pengenaan sanksi AS jilid dua," ujar Analis PVM Associates Stephen Brennock.

Menurut Brennock, ketakutan terhadap berkurangnya pasokan di masa mendatang sedang menjadi perhatian.

Kepala Perdagangan Asia Pasifik OANDA Stephen Innes menyatakan bahwa harga Brent ditopang oleh pemikiran bahwa pengenaan sanksi AS terhadap ekspor minyak mentah Iran pada akhirnya bakal mengetatkan pasar.



Senada dengan Innes, Analis Bank NBD Edward Bell menyatakan bahwa produksi Iran telah memperlihatkan tanda-tanda penurunan di mana turun 150 ribu barel per hari (bph) pada bulan lalu. Hal itu terjadi seiring importir yang mulai beralih dari produksi minyak Iran.

Namun demikian, pasokan global saat ini masih mencukupi. Berdasarkan polling Reuters, produksi dari anggota OPEC naik 220 ribu bph pada Agustus lalu ke level tertinggi untuk tahun ini, 32,79 juta per bph.

Kenaikan produksi berasal dari pulihnya produksi minyak Libya dan ekspor minyak Iran yang mencatat level tertinggi.

Selain itu, di AS, pengebor minyak AS telah menambah dua rig menjadi 862 rig. Penambahan itu terjadi untuk pertama kalinya dalam tiga minggu terakhir. Bertambahnya jumlah rig telah membangu mengerek produksi minyak AS lebih dari 30 persen sejak pertengahan 2016 menjadi 11 juta bph.

Sementara, sengketa antara AS dan sejumlah perekonomian utama dunia, termasuk China dan Uni Eropa, diperkirakan bakah menggerus permintaan minyak jika tidak diselesaikan dalam waktu dekat.

Berdasarkan survei lembaga swasta, aktivitas industri manufaktur China tumbuh dengan laju paling lambat selama lebih dari setahun pada Agustus lalu. Hal itu diiringi dengan turunnya ekspor untuk bulan kelima.

Innes menilai masih terlalu dini untuk mengatakan apakah perlambatan ekonomi akan menimbulkan tekanan serius pada harga minyak.

"Masih belum jelas sepenuhnya bahwa arah pergerakan ekonomi seperti itu akan menjatuhkan harga minyak," ujar Innes.
(agt)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER