Jakarta, CNN Indonesia -- Analis Bahana Sekuritas Deidy Wijaya menyebut setidaknya tiga perusahaan konsumer di dalam negeri cukup sensitif terhadap pelemahan
rupiah. Yakni, PT
Erajaya Swasembada Tbk (ERAA), PT
Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI), serta PT
Ace Hardware Indonesia (ACES).
Menurut dia, ketiga emiten yang bergerak di bidang konsumer tersebut memiliki porsi impor cukup besar. Di sisi lain, ruang untuk memotong belanja operasionalnya nihil.
"Kemampuan perusahaan untuk menaikkan harga cukup terbatas, sehingga akan berpengaruh terhadap permintaan," ujarnya, seperti dilansir Antara, Senin (10/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Erajaya merupakan importir, distribusi, serta peritel peralatan telekomunikasi. Penjualan perusahaan banyak didominasi oleh seluler, voucher, aksesori dan lainnya, komputer dan peralatan elektronik.
Beberapa merek dari luar negeri yang menjadi andalan penjualan perusahaan, antara lain Xiaomi, Advan, Evercross, Samsung, Apple, dan Oppo.
Sementara, kegiatan usaha Mitra Adiperkasa yang bejibun, yakni bisnis makanan dan minuman, pakaian jadi, alas kaki, department store, perlengkapan olahraga, banyak didominasi oleh merek-merek luar negeri.
Begitu pula dengan Ace Hardware yang banyak mengoperasikan jaringan gerai modern penyedia produk-produk home improvement dan lifestyle (peralatan rumah tangga).
Diketahui, rupiah melemah terhadap dolar AS. Pekan lalu, pelemahan rupiah bahkan mencapai 11 persen di sepanjang tahun ini menyentuh level Rp15.000 per dolar AS.
Sebagai salah satu upaya menghindari dampak pelemahan rupiah, pemerintah merilis kenaikan pajak penghasilan (PPh) impor sekitar 1.147 barang. Di antaranya, tekstil, handphone, dan bahan baku.
Tahan BantingSementara itu, Deidy menuturkan masih ada beberapah perusahaan konsumer yang cukup tahan banting terhadap pelemahan nilai tukar rupiah.
Di antaranya PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP), serta PT Mayora Indah (MYOR).
Menurut dia, GGRM dan HMSP masih memiliki bahan baku mayoritas dari dalam negeri. Sedangkan MYOR, walaupun sebagian besar bahan bakunya terpengaruh depresiasi rupiah, namun perusahaan banyak mengekspor produknya.
"Sehingga, beban biaya dalam dolar AS bisa di-'offset' dengan pendapatan dolar yang dihasilkan," tandasnya.
(antara/bir)