Jakarta, CNN Indonesia --
Bank Indonesia (BI) memperkirakan
pertumbuhan ekonomi Tanah Air bisa tumbuh di kisaran 6 persen pada 2023 mendatang bila pangsa pasar penyaluran kredit perusahaan keuangan berbasis teknologi
(financial technology/fintech) naik lebih dari dua kali dari saat ini.
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Onny Widjanarko menjelaskan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen dibutuhkan dukungan dari pertumbuhan penyaluran kredit mencapai 16 persen.
Namun, menurut hitung-hitungannya, penyaluran kredit dari perbankan maksimal hanya bisa tumbuh 13,5 persen hingga 2023. Untuk itu, dibutuhkan kucuran kredit dari celah lain, seperti
fintech agar pertumbuhan kredit bisa mencapai 16 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data Bl, penyaluran kredit
fintech bahkan belum mencapai satu persen dari total penyaluran kredit.
"Untuk menutup kekurangannya, kredit nontradisional, seperti
fintech bisa jadi solusi. Kalau pembiayaannya meningkat, setidaknya bisa sumbang 2,5 persen ke pertumbuhan kredit," ujar Onny di Kompleks Gedung BI, Kamis (13/9).
Lebih lanjut, ia bilang, bila
fintech bisa memberikan sumbangan lebih besar ke penyaluran kredit, maka akan lebih banyak sektor usaha yang terbantu kebutuhan modalnya.
"Modal itu bisa membuat sektor usaha meningkat produktivitasnya dan memberi sumbangan pula ke pertumbuhan ekonomi. Nanti menggerakkan
productivity marketplace, payment, logistics, semua meningkat," imbuhnya.
Menurutnya, penyaluran kredit dari
fintech sangat cocok untuk sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Hal ini lantaran nasabah UMKM biasanya masih sulit mendapat pembiayaan dari bank.
Pinjaman bank, menurut dia, biasanya memerlukan agunan atau jaminan. Sedangka, para pelaku UMKM, biasanya memiliki keterbatasan jaminan, sehingga perlu mencari celah lain yang bisa memberikan pinjaman modal.
Menurutnya,
fintech bisa menjadi jalan keluar bagi UMKM lantaran jaminan yang dibutuhkan minim risiko bila diberikan hanya berdasarkan rekam jejak transaksi saja.
Hal ini berbeda dengan bank yang membutuhkan kolateral atau bukti aset yang ditempatkan pemberi pinjaman untuk menjamin pembayaran pinjaman, seperti rekening koran dan tabungan.
"Jadi nanti bisa dengan melihat data pembayaran mereka, itu bisa jadi pengganti sistem rekening koran di bank, sehingga (nasabah) yang kecil-kecil tidak perlu kolateral," jelasnya
Selain itu, sambungnya, kebutuhan modal UMKM cocok ditutup oleh fintech karena berjumlah kecil. Pasalnya, data BI mencatat UMKM yang membutuhkan modal ialah yang berskala mikro, yang jumlahnya mencapai 98,74 persen dari total UMKM di Indonesia sebanyak 59,6 juta pelaku.
Sedangkan yang membutuhkan modal lebih besar hanya sedikit, misalnya UMKM skala besar hanya 0,01 persen dari populasi UMKM. Begitu pula dengan UMKM menengah yang hanya 0,1 persen dan UMKM kecil 0,15 persen.
"Makanya peran fintech ini perlu dan kami senang sekarang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) arahnya sudah mau kembangkan digital lending ini," pungkasnya.
(agi)