Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (
BI) menyebut pelemahan nilai tukar
rupiah yang terjadi sejak awal tahun ini juga disebabkan oleh seretnya aliran investasi langsung atau
Penanaman Modal Asing (PMA).
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara merinci sampai paruh pertama tahun ini, aliran investasi langsung hanya sekitar US$5,4 miliar. Sedangkan investasi portofolio justru minus sekitar US$1,1 miliar akibat terjadinya aliran modal keluar (capital outflow).
Akumulasi kedua investasi itu pada akhirnya tidak bisa mengimbangi pembiayaan impor, sehingga terjadi defisit neraca pembayaran mencapai US$13,7 miliar pada paruh pertama tahun ini atau sekitar 2,6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini berbeda dengan kondisi 2016-2017 lalu ketika investasi langsung dan portofolio tumbuh lebih baik. Berdasarkan data, tercatat investasi langsung 2016 sebesar US$16,1 miliar dan pada 2017 mencapai US$19,4 miliar.
Begitu pula dengan investasi portofolio yang sekitar US$19 miliar pada 2016 dan mencapai US$20,6 miliar pada 2017.
"Sehingga pada 2017 saja, net transaksi modal dan finansial sekitar US$29 miliar, ini bisa menutup defisit transaksi berjalan pada tahun itu sekitar US$17 miliar," katanya saat rapat bersama Komisi XI DPR, Senin (10/9).
Kendati begitu, Mirza menyebut bahwa sejatinya aliran PAM dan portofolio yang seret bukan hanya terjadi pada Indonesia, namun juga kebanyakan negara berkembang. Ia menduga ini terjadi karena situasi global yang penuh ketidakpastian mempengaruhi sikap investor.
"Hal ini membuat PMA yang masuk sedikit melambat dibandingkan tahun sebelumnya, meski dari sisi positif sebetulnya pemerintah terus berusaha mendatangkan PMA untuk masuk ke Indonesia," terang dia.
Untuk itu, katanya, memang dibutuhkan upaya lebih oleh pemerintah agar aliran PMA dan portofolio tetap bisa deras ke Tanah Air, sehingga turut menambah likuiditas dolar AS di dalam negeri.
Menurutnya, dari sisi pemerintah, hal yang bisa dilakukan ialah meneruskan reformasi perizinan investasi, seperti yang sebelumnya telah diwujudkan melalui sistem Online Single Submission (OSS).
Selain itu, pemerintah juga perlu menambah keyakinan investor untuk masuk ke Indonesia melalui penguatan fundamental ekonomi. "Misalnya tadi dikatakan primary ballance cukup sehat, mungkin dengan begitu, investor melihat ini masih meyakinkan walau ternyata defisit transaksi berjalannya melonjak cukup besar," ucapnya.
Bila hal itu dilakukan, bukan tidak mungkin aliran PMA dan portofolio akan kembali 'moncer' pada tahun depan. Bersamaan dengan itu, ada pula sentimen positif di tahun depan yang bisa menambah aliran PMA dan portofolio, yaitu berkurangnya kenaikan bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve.
"Pada 2019, kenaikan suku bunga AS akan berkurang tekanannya. Kalau itu situasinya kembali positif, maka portofolio juga akan membaik," imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Komisi XI DPR Melchias Matius Mekeng mendesak pemerintah agar bisa mengembalikan tren positif indikator investasi, sehingga PMA dan investasi di portofolio bisa kembali 'moncer' seperti tahun-tahun sebelumnya. Hal ini perlu karena seretnya PMA dan portofolio turut memberi dampak pada pelemahan nilai tukar.
"Untuk pemerintah, ini bagaimana cara mengembalikannya? Ini paling jelek kinerja BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) berarti karena tidak bisa membawa investor ke sini, padahal pertumbuhan ekonomi dan inflasi Indonesia masih cukup bagus," tandas dia pada kesempatan yang sama.
(bir)