Jakarta, CNN Indonesia -- Biaya
kesehatan yang kian mahal menyadarkan sebagian masyarakat pentingnya memiliki
asuransi kesehatan. Terlebih, berdasarkan data perusahaan asuransi Cigna dan Tower Watson Global Medical Trend Survey, kenaikan biaya kesehatan mencapai 15 persen per tahun, lebih tinggi dari tingkat kenaikan harga atau
inflasi.
Shelvi (30 tahun) termasuk yang sadar betul biaya kesehatan bisa 'mencekik' keuangannya. "Mulai punya produk asuransi (komersial) sendiri tahun 2014. Selain itu juga ada BPJS Kesehatan waktu itu didaftarkan kantor saat masih bekerja sebagai pegawai tahun 2015," ujar Shelvi kepada
CNNIndonesia.com, Jumat (21/9).
Shelvi yang kini berprofesi sebagai wiraswasta mengaku hingga kini masih memiliki kedua asuransi tersebut. Meski kini tak lagi berstatus pegawai, ia memilih meneruskan sendiri kepesertaannya secara mandiri di BPJS Kesehatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Asuransi yang komersial masih jalan sampai sekarang karena sekalian untuk investasi. Dan sepertinya kalau sakit lebih pilih pakai asuransi yang bukan BPJS," terang dia.
Awalnya, Shelvi mengaku pesimis dengan layanan BPJS Kesehatan. Hal tersebut akhirnya membuat ia tak langsung meneruskan kepesertaannya pada lembaga tersebut saat tak lagi berstatus pegawai.
"Memang di awal pesimis. Tapi setelah dapat cerita dari pengalaman teman-teman keluarga berobat dengan BPJS Kesehatan, itu ternyata sangat membantu," ungkap dia.
Senada, Anto (34 tahun) yang berprofesi sebagai pekerja swasta juga memiliki kepesertaan pada asuransi swasta dan BPJS Kesehatan. Kedua asuransi tersebut, diakuinya bersifat saling melengkapi.
"Saya cukup puas kok dengan BPJS Kesehatan meski harus antre dan sebagainya, kan itu sudah konsekuensi. Apalagi untuk beberapa penyakit tertentu di asuransi kesehatan komersial ada batasnya," imbuh dia.
 Antran peserta BPJS Kesehatan di salah satu rumah sakit pemerintah. (Adhi Wicaksono) |
Perencana Keuangan Tatadana Consulting Tejasari Assad menilai kebutuhan tambahan asuransi di luar BPJS Kesehatan sangat bergantung pada masing-masing orang. Hal ini, menurut dia, ditentukan oleh beberapa faktor.
Pertama, masalah pelayanan. Jika masyarakat malas mengantre di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) serta ingin pelayanan yang mumpuni, maka asuransi kesehatan yang lain bisa dimanfaatkan.
Kedua, masalah penghasilan. Premi yang harus dibayarkan seseorang untuk asuransi kesehatan komersial tentu tidak murah. Semakin prima pelayanannya, tentu kocek yang dirogoh semakin dalam.
"Makanya, jika tidak punya penghasilan yang banyak, tentu BPJS Kesehatan sendiri saja sudah cukup. Pada dasarnya asuransi kesehatan ini penting, jadi saya katakan bahwa BPJS Kesehatan ini adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi," ujar Tejasari.
Saat ini, tarif BPJS Kesehayan pun terbilang murah. Untuk pelayanan kelas III dikenakan tarif Rp25.500, kemudian kelas II Rp51 ribu, dan kelas I Rp80 ribu.
Meski tak mengharamkan masyarakat dengan penghasilan pas-pasan mengambil produk asuransi komersial, ia mengimbau agar tak memaksakan diri.
"Tapi kalau memang penghasilannya kecil ya jangan memaksa juga, kan sayang jika tidak ada penghasilan yang ditabung," terang dia.
Di samping itu, ia juga menyebut sejumlah rambu yang perlu diperhatikan sebelum memilih asuransi kesehatan.
Pertama, pastikan asuransi yang dipilih benar-benar menutupi biaya rumah sakit dan ditagihkan langsung ke perusahaan asuransi
(cashless).Kedua, pastikan agen asuransinya mudah dihubungi agar persoalan administrasi juga cepat selesai.
"Dan yang terakhir, kita harus pastikan bahwa perusahaan asuransi yang kita gunakan itu perusahaan bagus, yang setidaknya tidak akan bangkrut di hari tua kita nanti," imbuh dia.
 Pasien melakukan pemeriksaan mata di salah satu rumah sakit pemerintah. Layanan kesehatan mata termasuk dalam pelayanan yang dapat dimanfaatkan peserta BPJS Kesehatan. (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono) |
Setali tiga uang, Perencana Keuangan OneShildt Financial Planning Mohammad Andoko juga menuturkan BPJS Kesehatan sebenarnya sudah cukup jika memang penghasilan yang Anda miliki kurang memadai.
Hanya saja, bagi Anda yang berpenghasilan lumayan, BPJS Kesehatan mungkin dianggap kurang nyaman karena alur layanan kesehatan yang cukup panjang.
Maka dari itu, golongan masyarakat berpenghasilan menengah bisa menggunakan asuransi swasta sebagai asuransi kesehatan utama. Sementara itu, BPJS Kesehatan bisa dijadikan sebagai bantalan jika ada hal-hal yang tidak diduga. Terutama, bagi masyarakat dengan golongan usia tua.
"Ketika mereka punya
budget, BPJS Kesehatan ini bisa jadi bentengan yang baik jika ada apa-apa yang menyangkut kesehatan," kata Andoko.
Jika memang masyarakat punya uang, tidak ada salahnya memilih produk asuransi yang paling unggul. Hanya saja, beban premi per bulan harus dibatasi agar keuangan tidak boncos. Ia menyarankan maksimal premi kesehatan yang dibayarkan sebesar 10 persen dari penghasilan.
Ia juga menyarankan untuk jeli dalam memilih asuransi, terutama menyangkut fasilitas yang ditawarkan. Jangan sampai, fasilitas yang anda inginkan tak sesuai dengan premi yang sudah dikeluarkan.
Menurut dia, salah satu fitur asuransi yang sering luput dari perhatian pemegang polis adalah fasilitas rawat jalan. Ada beberapa asuransi yang memang menutup biaya rawat inap dan rawat jalan. Namun, ada juga beberapa asuransi yang menutup biaya rawat jalan secara bersyarat.
Misalnya, ada perusahaan asuransi hanya mau menutup rawat inap pemegang polis yang terkena demam berdarah yang kemudian dilanjutkan lagi dengan rawat jalan. Namun, perusahaan asuransi ini tak mau menutup biaya rawat jalan jika tidak disertai rawat inap terlebih dulu.
"Maka dari itu, memilih asuransi ini harus disesuaikan juga dengan fiturnya. Yang tentu juga harus menutupi kelemahan yang dimiliki BPJS Kesehatan," papar dia.
(agi)