Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pemeriksa Keuangan (
BPK) mengatakan
Presiden Joko Widodo sempat mempertanyakan pemberian opini
disclaimer atas laporan keuangan 2017 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan pertanyaan itu terlontar kala BPK menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I 2018 di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (4/9). Dalam pertemuan itu, Jokowi sadar bahwa permasalahan yang terdapat di laporan keuangan Bakamla dan KKP harus segera diatasi.
Mengutip IHPS I 2018 yang diterbikan BPK, opini
disclaimer diberikan karena ada perbedaan antara aset lancar dan aset tetap yang dilaporkan dengan realisasinya. Selain itu, khusus untuk KKP, instansi pimpinan Susi Pudjiastuti itu juga bermasalah dari sisi pelaporan aset tak berwujud, yaitu penyajian nilai paten dan hasil kajian tidak didukung dengan dokumen yang lengkap dan valid.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang presiden bilang, masalah aset dan persediaan (Di KKP dan Bakamla) ini harus dibenahi. Presiden menanyakan hal tersebut, tapi masalah ini sebetulnya sama dengan permasalahan periode sebelumnya," ujar Moermahadi di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (4/10).
Namun menurutnya, Jokowi kala itu terlihat tidak terlalu kecewa dengan pelaporan BPK. Sebab, jumlah lembaga negara yang mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) meningkat.
Data BPK menunjukkan, ada 80 lembaga negara yang mengalami WTP pada tahun lalu, di mana angka ini lebih banyak ketimbang 2016 hanya 74 lembaga.
Di samping itu, BPK juga tidak memberikan penilaian bagi KKP dan Bakamla saja di tahun kemarin. Adapun, jumlah ini lebih sedikit dibanding 2016 yang berjumlah enam lembaga.
"IHPS Semester I kan laporan keuangan yang 2017, jadi perkembangannya meningkat, yg WTP meningkat," papar dia.
Tak hanya KKP dan Bakamla, BPK juga menyampaikan ke Jokowi ihwal sistem penganggaran di Kementerian Pertahanan yang menurutnya perlu diubah. Menurutnya, Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kemenhan seharusnya langsung menyentuh hingga satuan kerja (satker) di kementerian tersebut.
Saat ini, penerusan DIPA dari Kemenhan ke satker baru bisa dilakukan setelah satker bersangkutan mendapatkan Surat Keputusan Otorisasi Menteri (SKOM) dan Surat Keputusan Otorisasi Penggunaan (SKOP). Namun, sistem ini menyulitkan pelaporan keuangan Kemenhan.
BPK sendiri mencatatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) kepada Kemenhan di dalam IHPS I 2018 ini. "Namun, Kemenhan dan Kementerian Keuangan sudah sepakat untuk melaksanakan penganggaran ini di tahun anggaran 2019," papar dia.
(glh/lav)