Jakarta, CNN Indonesia -- Nilai tukar
rupiah berada di posisi Rp15.179 per
dolar Amerika Serikat (AS), melemah 104 poin atau 0,69 persen pada perdagangan sore ini, Kamis (4/10).
Sementara kurs referensi Bank Indonesia (BI), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah di posisi Rp15.133 per dolar AS atau melemah 45 poin dari kemarin di Rp15.088 per dolar AS.
Pelemahan rupiah di pasar spot merupakan yang terburuk kedua setelah won Korea Selatan yang minus hingga 1,01 persen di hadapan dolar AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah rupiah, rupee India melemah 0,34 persen, baht Thailand minus 0,25 persen, ringgit Malaysia minus 0,18 persen, peso Filipina minus 0,12 persen, dan dolar Singapura minus 0,06 persen.
Namun, dolar Hong Kong dan yen Jepang berhasil menetap di zona hijau dengan menguat 0,05 persen dan 0,19 persen dari dolar AS.
Sedangkan, mata uang utama negara maju bergerak variatif. Rubel Rusia melemah 0,56 persen, dolar Australia minus 0,32 persen, dan dolar Kanada minus 0,09 persen. Sedangkan franc Swiss menguat 0,1 persen, poundsterling Inggris 0,18 persen, dan euro Eropa 0,21 persen.
Analis Monex Investindo Dini Nurhadi Yasyi mengatakan rupiah semakin terpuruk karena dolar AS kebanjiran sentimen positif dari rilis data-data ekonomi Negeri Paman Sam, seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Selain itu, ada rilis survei dari
Automatic Data Processing (ADP) yang menyatakan bahwa terjadi penciptaan lapangan kerja sebanyak 230 ribu pada September kemarin. Ini merupakan angka tertinggi sejak Februari lalu.
Kemudian, ada pula rilis survei dari
Institute of Supply Management (ISM) yang menyatakan indeks aktivitas non-manufaktur AS naik 3,1 poin menjadi 61,6. Kinerja ini merupakan yang tertinggi sejak Agustus 1997.
"Dolar AS terus mendapat momentum penguatan. Semalam ada data ADP dan indeks non-manufaktur yang bagus, padahal proyeksinya kemarin jelek," ucap Dini kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (4/10).
Di dalam negeri, rupiah justru minim sentimen positif. Bank sentral nasional yang diharapkan dapat memberikan ketenangan kepada pasar dan terus melakukan intervensi justru seakan tidak melakukan apa-apa.
"BI juga belum ada
outlook intervensi atau bagaimana pun untuk menahan pelemahan rupiah. Seharusnya, BI tidak membiarkan rupiah seperti ini," katanya.
Meski begitu, secara keseluruhan, Dini melihat masih ada beberapa pelaku pasar yang cenderung menunggu dan memperhatikan (
wait and see) terhadap pergerakan rupiah yang terus melemah ini. Artinya, pelemahan rupiah tidak serta merta memberikan kekhawatiran berlebih di mata pelaku pasar.
Untuk itu, ia melihat masih ada peluang rupiah bergerak lebih stabil pada pekan depan usai banjir sentimen positif terhadap dolar AS berhenti.
"Memang kalau sudah tembus level Rp15 ribu jadi agak susah untuk kembali ke Rp14 ribu. Tapi rasanya masih bisa optimis kalau pelemahan rupiah tidak akan terlalu tinggi pada minggu depan," pungkasnya.
(uli/lav)