Nusa Dua, CNN Indonesia -- Nilai tukar
rupiah berada di posisi Rp15.197 per
dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pasar
spot sore ini, Jumat (12/10). Posisi ini menguat 38 poin atau 0,25 persen dari Kamis (11/10) sore, di Rp15.235 per dolar AS.
Sementara kurs referensi Bank Indonesia (BI),
Jakarta Interbank
Spot Dollar
Rate (
Jisdor) menempatkan rupiah di posisi Rp15.194 per dolar AS atau menguat 59 poin dari kemarin sore, Kamis (11/10) di Rp15.253 per dolar AS.
Bersama rupiah, sejumlah mata uang negara di kawasan Asia turut menguat dan bersandar di zona hijau.
Won Korea Selatan menguat 1,14 persen,
rupee India 0,58 persen,
peso Filipina 0,17 persen, dan ringgit Malaysia 0,1 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, beberapa mata uang lainnya justru terpuruk di zona merah. Dolar Hong Kong melemah 0,01 persen,
baht Thailand minus 0,04 persen,
yen Jepang minus 0,11 persen, dan
renminbi China minus 0,49 persen.
Sedangkan mata uang utama negara maju justru mayoritas berada di zona merah. Dolar Australia melemah 0,03 persen,
euro Eropa minus 0,06 persen,
franc Swiss minus 0,08 persen, dan
poundsterling Inggris minus 0,17 persen. Hanya
rubel Rusia yang melemah 0,47 persen dan dolar Kanada minus 0,08 persen.
Analis
Monex Investindo Dini
Nurhadi Yasyi mengatakan rupiah berhasil menguat pada hari ini karena rilis data inflasi AS tidak sesuai dengan ekspektasi pasar dan analis. Hal ini memberi sentimen negatif ke pergerakan dolar AS.
Data inflasi AS menunjukkan indeks harga konsumen di Negeri Paman
Sam hanya meningkat 0,1 persen secara bulanan dan 2,3 persen secara tahunan pada September 2018. Padahal pasar berekspektasi, inflasi bulanan bisa di angka 0,2 persen pada bulan kemarin.
"Dolar AS langsung melemah hari ini dari mata uang utamanya. Data yang tidak sesuai ini membuat ekspektasi ada kemungkinan bank sentral AS,
The Federal Reserve bisa tidak terlalu agresif menaikkan bunga," ujar Dini kepada
CNNIndonesia.
com, Jumat (12/10).
Selain itu, pergerakan dolar AS juga terpengaruh oleh rilis neraca perdagangan China yang mencatatkan surplus sebesar US$31,69 miliar pada September 2018. Hal ini karena ekspor tumbuh 14,5 persen, sedangkan impor hanya 14,3 persen.
"Padahal pasar mengestimasikan bakal defisit, ternyata malah surplus. Berarti selama sebulan ini, China mendapat manfaat dari kenaikan tarif impor AS dan dampaknya belum negatif," jelasnya.
Untuk pekan depan, Dini memperkirakan rupiah akan bergerak di rentang Rp15.120-15.270 per dolar AS. Pergerakan rupiah utamanya akan dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global dan rilis neraca perdagangan dari Badan Pusat Statistik (BPS).
"Kalau neraca perdagangan defisit lagi, ada potensi melemah. Tapi kalau misal
defisitnya tidak banyak, mungkin sentimen
pelemahannya tidak dalam,"
pungkasnya.
(uli/uli/agt)