Jakarta, CNN Indonesia -- Pengusaha merasa berat dengan kenaikan
upah minimum provinsi (
UMP) sebesar 8,03 persen yang ditetapkan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri beberapa waktu lalu. Keberatan disampaikan oleh Wakil ketua Umum
Kadin DKI Jakarta sekaligus anggota Dewan Pengupahan Provinsi DKI Jakarta Sarman Simanjorang.
Menurutnya, walau sudah sesuai dengan formula yang diatur dalam PP Pengupahan, kenaikan yang ditetapkan pemerintah tersebut sudah ditetapkan pemerintah tersebut cukup membebani pengusaha. Pasalnya, saat ini dunia usaha mendapatkan banyak tekanan, salah satunya nilai tukar rupiah.
Gejolak nilai tukar rupiah yang terjadi belakangan ini telah membuat beban operasional pengusaha dalam menjalankan roda bisnis naik. "Terutama pengusaha yang bahan bakunya tergantung impor," katanya dalam pernyataan yang diterima
CNNIndonesia.com, Kamis (18/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain tekanan dari nilai tukar rupiah, Sarman bilang pengusaha saat ini juga mendapatkan beban dari kenaikan tarif PPh impor. Sarman mengatakan meskipun mendapatkan banyak tekanan tersebut dunia usaha sampai saat ini bertahan tidak menaikkan harga karena tidak ingin mengganggu daya beli masyarakat dan ekonomi dalam negeri.
"Karena itu pengusaha berharap jika memungkinkan kenaikan UMP 2019 bisa di bawah 8,03 persen. Itu akan lebih memberikan ruang gerak dan mengurangi beban pengusaha," katanya.
Kementerian Tenaga Kerja menetapkan UMP 2019 naik 8,03 persen. Kenaikan tersebut tertuang dalam surat edaran Menteri Tenaga Kerja tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produksi Domestik Bruto Tahun 2018.
Dalam surat edaran tertanggal 15 Oktober, besaran kenaikan UMP sebesar 8,03 persen tersebut dibuat dengan mempertimbangkan dua faktor. Pertama, inflasi nasional yang sebesar 2,88 persen. Kedua, pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,15 persen
(agt)