Jakarta, CNN Indonesia --
Nilai tukar
rupiah berada di posisi Rp14.976 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pasar spot sore ini, Senin (5/11). Posisi ini melemah 21 poin atau 0,14 persen dari akhir pekan kemarin, Jumat (2/11) di Rp14.955 per dolar AS.
Sementara kurs referensi Bank Indonesia (BI), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah di posisi Rp14.972 per dolar AS atau menguat dari akhir pekan kemarin di Rp15.089 per dolar AS.
Di kawasan Asia, rupiah 'kompak' melemah dengan seluruh mata uang. Rupee India melemah 0,77 persen, renminbi China minus 0,52 persen, ringgit Malaysia minus 0,44 persen, dan peso Filipina minus 0,37 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu, baht Thailand minus 0,34 persen, dolar Hong Kong minus 0,24 persen, won Korea Selatan minus 0,13 persen, yen Jepang minus 0,04 persen, dan dolar Singapura minus 0,04 persen.
Sedangkan mata uang utama negara maju justru bervariasi. Dolar Australia dan poundsterling Inggris menguat, masing-masing 0,03 persen dan 0,18 persen. Namun, dolar Kanada melemah 0,01 persen, euro Eropa minus 0,05 persen, rubel Rusia minus 0,06 persen, dan franc Swiss minus 0,12 persen.
Analis Monex Investindo Dini Nurhadi Yasyi mengatakan pelemahan rupiah hari ini disebabkan oleh masih besarnya sentimen negatif dari eksternal. Di saat yang bersamaan, sentimen dari dalam negeri tak bisa menguatkan rupiah.
Dari eksternal, ia bilang rilis data Non-Farm Payroll Amerika Serikat (NFP) yang di atas ekspektasi sukses menopang penguatan dolar AS sejak akhir pekan lalu hingga hari ini. Jumlah tenaga kerja di Negeri Paman Sam tercatat meningkat 250 ribu pada Oktober 2018. Jumlah ini melebihi bulan sebelumnya sektar 118 ribu dan melebihi ekspektasi pasar di kisaran 194 ribu.
"Angka pertumbuhan tenaga kerja ini mencatat rekor dalam 9,5 tahun terakhir," ucapnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (5/11).
Kemudian, menurutnya, ada lagi sentimen dari sinyal kenaikan tingkat bunga acuan bank sentral AS, The Federal Reserve pada Desember mendatang. Meski, sejatinya sentimen dari perang dagang antara AS-China tengah mereda karena kedua pimpinan negara tersebut memberi sinyal jalan keluar dari ketegangan mereka.
Sedangkan dari dalam negeri, sebenarnya ada sentimen cukup positif dari rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Tanah Air tumbuh 5,17 persen pada kuartal III 2018.
Pertumbuhan ekonomi ini lebih tinggi dari kuartal I 2018 dan kuartal III 2017, masing-masing sebesar 5,06 persen. Namun, lebih rendah dari kuartal II 2018 yang mencapai 5,27 persen.
"Ini sebenarnya stabil, tidak jelek, tidak bagus sekali juga. Tapi ini masih bisa dibilang positif, meski rupiah tidak jadi menguat," pungkasnya.
(uli/agi)