Jakarta, CNN Indonesia -- Aviatory Indonesia, lembaga konsultan sektor
penerbangan menilai rencana pemerintah menaikkan tarif batas bawah penerbangan kelas ekonomi tak akan membuat pasar
maskapai berbiaya rendah (Low Cost Carrier/LCC) tergerus. Asalkan, besaran kenaikan tidak melebihi 5 persen.
Presiden Direktur Aviatory Indonesia Ziva Narendra mengatakan kenaikan
tarif batas bawah sekitar 5 persen tidak akan menggerus pasar maskapai LCC karena level itu masih cukup terjangkau bagi penumpang.
Terlebih, kebutuhan berpergian masyarakat Indonesia sedang tumbuh signifikan, sehingga kenaikan tarif perjalanan diperkirakan tidak mempengaruhi permintaan (demand) yang juga tinggi. Maskapai LCC masih akan menjadi pilihan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Daya beli masyarakat untuk bisa
traveling sudah berubah, dulu mungkin slogannya '
nice to have', sekarang '
must to have', entah untuk bisnis dan kerja atau sekedar berlibur. Jadi mau tidak mau pasti transportasi penerbangan tetap dibutuhkan," ujarnya di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (7/11).
Menurut rekam jejak kenaikan tarif batas bawah terakhir kali, yaitu dari 30 persen menjadi 35 persen terhadap tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan, rupanya permintaan masyarakat akan transportasi udara tetap tinggi.
"Jadi kalau naik sekitar 1-5 persen, itu masih masuk akal. Meski mungkin dari situ maskapai akan lakukan penyesuaian ke aspek-aspek yang ada," terangnya.
Di sisi lain, kebijakan menaikkan tarif batas bawah sejatinya bisa memberi dampak positif kepada dunia penerbangan karena kualitas layanan bisa meningkat.
Sebab, tak bisa dipungkiri, akibat persaingan tarif penerbangan di kelas LCC, membuat maskapai harus pintar-pintar memutar otak untuk efisiensi atau rela mendapat margin keuntungan yang tipis.
"Saat ini
profit margin rata-rata sekitar 20-22 persen, bisa kurang, bisa lebih. Tapi kalau pun harus dikurangi, tentu ada satu dari empat aspek yang harus dikorbankan agar tetap menjaga margin," terangnya.
Ia merinci empat aspek yang biasanya dilihat maskapai, yaitu keselamatan (
safety), keamanan (
security), pelayanan (
service), hingga kepatuhan (
compliance). "Biasanya yang paling dulu disesuaikan ya
service," imbuhnya.
Lebih lanjut, kenaikan tarif batas bawah memang diperlukan karena ada perubahan kondisi pada industri penerbangan yang dipengaruhi perkembangan pasar dunia. Mulai dari perkembangan ekonomi, harga minyak mentah dunia, hingga nilai tukar rupiah.
"Meski ada tekanan ini, tapi bisnis LCC sebenarnya masih positif kurang lebih dalam 40 tahun terakhir, semakin ke sini semakin positif. LCC tetap sukses mengadopsi skema optimalisasi," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memastikan akan mempercepat kenaikan tarif batas bawah maskapai penerbangan kelas ekonomi. Ia bilang, hal ini dilakukan untuk menjaga kesehatan keuangan maskapai di tengah kenaikan kurs dolar AS dan harga avtur dan demi mencegah berulangnya kasus kecelakaan Lion Air.
"Dengan adanya dolar yang naik dan avtur yang naik itu memang (tarif) sangat sensitif. Mungkin saya akan evaluasi terutama berkaitan tarif batas bawah," katanya.
Kendati demikian, Budi mengungkapkan pemerintah akan berhati-hati dalam menetapkan kenaikan tarif batas bawah karena akan mempengaruhi daya beli konsumen. Rencananya, besaran kenaikan adalah lima persen dan diharapkan bisa menutupi kenaikan kurs dilar AS dan harga avtur.
"Melihat perkembangan dolar AS sudah tinggi kami, selain adanya
case ini (jatuhnya Lion Air JT-610) itu mungkin menjadi pertimbangan kami untuk meninjau tarif batas bawah," pungkasnya.
(uli/lav)